We Are Creative Design Agency

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Illum, fuga, consectetur sequi consequuntur nisi placeat ullam maiores perferendis. Quod, nihil reiciendis saepe optio libero minus et beatae ipsam reprehenderit sequi.

Find Out More Purchase Theme

Our Services

Lovely Design

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Great Concept

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

User Friendly

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Recent Work

Tuesday, 1 March 2022

"Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.(Markus, 10-13:16)

(Markus, 10-13:16)


Melalui Sakramen Perkawinan, Allah menghendaki agar persatuan suami-istri adalah persatuan saling membahagiakan satu sama lain, saling memberikan perlindungan yang kokoh, saling memandang satu dengan yang lain sebagai pribadi yang berharga, saling menghadirkan keramahan dan kelembutan, dan saling menghibur di dalam menapak kehidupan.


Sesungguhnya yang diharapkan oleh Tuhan dari kita adalah Semangat Cinta Kasih, Semangat Kesetiaan, dan Semangat Pengampunan. Dalam semangat inilah Allah berharap kita dapat menjaga keluhuran martabat dan kesucian Sakramen Perkawinan. Kasih suami-istri sejati terwujud dalam kelahiran anaknya. 


Kesetiaan Allah kepada suami-istri itu harus merupakan kesetiaan suami-istri kepada anaknya. Anak itu murni, tidak berpikir atau berbuat jahat, belum tahu berpihak, justru sangat membutuhkan kasih dari yang mengadakannya yaitu Allah, bapak dan ibunya. 


Sikap polos, tulus, saling pengertian satu sama lain, tidak mementingkan diri. Seperti anak-anak itulah yang diharapkan Yesus dari kita sebagai pengikut-Nya, khususnya dalam kebersamaan hidup perkawinan dan keluarga.


Selain itu, kita diingatkan akan tanggung jawab dari buah cinta kita yaitu anak-anak, dalam tumbuh kembangnya khususnya tumbuh kembang imannya. Hendaknya anak-anak sejak dini diajak, dibiasakan untuk mengikuti perayaan Ekaristi. 


Memang bukan hal yang mudah mengajak anak-anak untuk duduk dan diam di Gereja. Seringkali kita terganggu kalau ada anak-anak berlari-larian, ribut atau menangis di Gereja. Dengan segala kejengkelan kita menatap orang tua anak itu. 


Padahal, Yesus dengan kedua belah tangan-Nya terbuka menerima anak-anak, sebagaimana sabda-Nya: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Surga. Barangsiapa menerima anak-anak dengan kasih, dia telah menerima Kerajaan Allah. 


Kerajaan Allah itu adalah suatu suasana hidup yang dipimpin dan dikuasai oleh Allah. Yesus membawa Kerajaan Allah itu dengan memeluk anak-anak, memberikan berkat bagi mereka.


Sebagai orang tua hendaknya kita mencari cara untuk membuat anak-anak merasa nyaman di rumah Tuhan. Pernah di suatu Gereja, saya melihat anak-anak membawa persembahan hasil karyanya, membawa gambar buatannya dengan apa adanya tanpa merasa khawatir dicela karena mungkin gambarnya jelek. 


Pokoknya mereka membawa hasil karyanya dengan antusias, dengan riang hati. Sesudah komuni, bagi anak-anak yang belum menyambut komuni mereka maju bergiliran untuk diberkati / "komuni batuk/dahi" oleh Romo. 


Mereka menyambutnya dengan ekspresi kegembiraan, dengan riang hati anak-anak itu berlari agar tidak ketinggalan mendapatkan berkat Kristus "Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya di atas mereka, Ia memberkati mereka". Apa yang dilakukan oleh Yesus adalah merupan cinta-Nya dan sebagai bukti bahwa Allah teramat sangat menyayangi dan mencintai anak-anak.


Yesus memarahi para murid karena menghalangi anak-anak yang datang kepada-Nya. Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku. Jangan menghalang-halangi mereka. Sebab orang-orang seperti itulah yang empuya Kerajaan Allah. 


Kedatangan anak kecil menjadi sukacita bagi Yesus tetapi justru kekhawatiran bagi para murid karena akan menghalangi Yesus dalam berkarya. Peristiwa ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk mengajar para murid sekaligus menyingkapkan tentang siapa yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.


Saya selalu terkesan mendengar kata anak kecil. Semua orang pernah menjadi anak kecil. Bahkan mereka yang sudah lanjut usia terkadang cenderung memiliki atau akan kembali ke sifat anak kecil lagi. Tak dipungkiri, inilah siklus hidup yang terjadi dan dialami hampir setiap orang. 


Ketika beranjak remaja lalu tumbuh dewasa dan lanjut usia, terkadang kita memiliki kerinduan ingin memiliki mata seorang anak kecil. Mereka yang melihat dunia tanpa kepahitan, yang melompat girang di taman rumput dan yang bertanya tentang hal-hal kecil dengan rasa penuh ingin tahunya. 


Anak kecil bahagia bukan karena punya harta yang melimpah tetapi karena teman yang banyak, yang bisa diajak untuk berbagi canda dan tawa. Dibalik itu, kualitas seperti anak kecil yang jujur, tulus, polos, ceria dan bahagia inilah yang dibutuhkan saat ini. Mari kita belajar dari seorang anak kecil yang kedatangannya selalu membawa penghiburan dan sukacita. 


Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.


Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.


Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka. 


Yesus, ketika kami datang ke hadapan-Mu hari ini, kami membayangkan diri kami sebagai seorang anak kecil. Kami melihat-Mu tersenyum pada kami saat kami berjalan untuk menerima pelukan-Mu. Kami sungguh bersyukur atas hidup kami. Kami bersyukur sebab kami bisa datang kepada-Mu sebagai seorang anak. 


Mencintai-Mu bukan karena kami tahu tentang Engkau. Namun karena kami percaya dan berserah kepada-Mu.  Karena kami percaya bahwa Engkau mencintai kami apa adanya.  Ajari kami,  Tuhan, untuk datang kepada-Mu dalam kesederhanaan kami, seperti anak kecil. Amin


1. Biarkan Anak-anak Datang kepada-Ku:  Di seluruh Injil, kita mendengar orang-orang membawa anak-anak mereka kepada Yesus untuk disembuhkan, tetapi dalam kasus ini, tampaknya orang-orang membawa anak-anak mereka kepada Yesus hanya agar anak-anak dapat bertemu dan Yesus. 


 Mereka tidak meminta apa pun kecuali agar anak-anak mereka dekat dengan Yesus dan disentuh oleh-Nya. Mereka ingin anak-anak mereka mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus. Kita dapat membayangkan bahwa, setelah Yesus dengan marah menyuruh para murid untuk membiarkan anak-anak datang kepada-Nya, Dia tersenyum kepada anak-anak itu. Kita bisa melihat-Nya meletakkan tangan lembut di kepala mereka.


 Mungkin kita bahkan bisa membayangkan Dia menggendong mereka satu persatu sambil tertawa. Yesus senang berada bersama anak-anak. Dia ingin bertemu dengan anak-anak kita dengan cara yang sama—dan agar mereka dapat mempercayai Yesus dan diberkati.  Seberapa setiakah kita dalam membawa anak-anak kita kepada Kristus? Apakah mereka dibaptis? Bagaimana dengan cucu, keponakan,  anak teman kita? Apakah kita meminta Yesus untuk memberkati mereka? Bagaimana kehidupan rumah tangga dan keluarga kita dibentuk oleh iman kita? 


2. Kerajaan Milik Orang-Orang Seperti Ini: 

Ketika Yesus berkata bahwa Kerajaan itu milik “orang-orang seperti ini”, kita perlu mempertimbangkan karakteristik anak kecil: kerentanan, kepercayaan, ketergantungan, rasa ingin tahu, dan kemauan untuk percaya.


 Anak-anak juga sering sangat gigih, pemaaf, murah hati, penyayang, dan sederhana. Karakteristik ini kontras dengan apa yang kita lihat pada seseorang yang belum dewasa: egois, suka menuntut, mudah bosan, mudah marah. Yesus meminta kita untuk menjadi seperti anak kecil, bukan kekanak-kanakan.


3. Seperti Anak Kecil:  

Ketika kita menjadi seperti anak kecil, kita mempercayai Bapa kita untuk memberikan apa yang terbaik bagi kita. Kita memohon  bantuan-Nya dengan semua kebutuhan kita. Kita mengharapkan Dia untuk penghiburan dan dorongan. Ketika kita seperti anak kecil, kita rendah hati. Kita tahu kita kecil dan lemah namun memiliki Bapa yang pemurah.  Kita tahu kita juga dipanggil untuk tumbuh. 


Kita tumbuh ketika kita tekun dalam ibadah dan Pemahaman Alkitab serta Sarasehan.  Kita bertumbuh ketika kita mau berbagi perjalanan spiritual kita dengan teman-teman, ketika kita dapat membuka diri terhadap pembimbing spiritual yang baik. Kita tahu bahwa kita membutuhkan bantuan Tuhan dan orang lain untuk tumbuh menjadi orang suci yang Dia inginkan.


Marilah  Kita  Berdoa: 

Tuhan, sepertinya mudah untuk menjadi seperti anak kecil, tetapi ada begitu banyak rintangan. Alih-alih menghabiskan waktu dengan-Mu dalam kesempatan ibadah dan pertemuan gerejawi.  Kami sering puas mencari kesenangan kami sendiri.  Meski Engkau tahu setiap pikiran, perkataan, dan perbuatan dalam hidup kami,  terkadang kami berusaha menghindar untuk membawa hal-hal yang terjadi ke hadapan-Mu.  


Kami sering menolak bergantung dan meminta bantuan. Tuhan, bagaimana bisa begitu sulit untuk berserah dan menjadi kecil? Namun kami terhibur ketika kami mengetahui bahwa Engkau selalu membuka tangan-Mu untuk menerima kami.  Dan Engkau akan tersenyum pada kami dan memberi kami kekuatan untuk memulai yang baru setiap hari. Terima kasih, Tuhan, atas kesabaran-Mu yang tiada habisnya, dan atas kasih-Mu yang tak bersyarat. Amin

Friday, 25 February 2022

Tentang Perceraian Suami Istri. !?Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia." (Markus 10:1-12)




Pada suatu hari Yesus berangkat ke daerah Yudea  dan ke daerah seberang sungai Yordan.  Di situ orang banyak datang mengerumuni Dia, dan seperti biasa Yesus mengajar mereka. 


Maka datanglah orang-orang Farisi hendak mencobai Yesus. Mereka bertanya, "Bolehkah seorang suami menceraikan isterinya?" Tetapi Yesus menjawab kepada mereka, 


"Apa perintah Musa kepada kamu?" Mereka menjawab,  "Musa memberi izin untuk menceraikannya  dengan membuat surat cerai."


Lalu Yesus berkata kepada mereka, "Karena ketegaran hatimulah Musa menulis perintah itu untukmu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka pria dan wanita;  karena itu pria meninggalkan ibu bapanya  dan bersatu dengan isterinya. Keduanya lalu menjadi satu daging.  Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah,  janganlah diceraikan manusia."


Setelah mereka tiba di rumah, para murid bertanya pula tentang hal itu kepada Yesus. Lalu Yesus berkata kepada mereka,  "Barangsiapa menceraikan isterinya  lalu kawin dengan wanita lain,  ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika isteri menceraikan suaminya lalu kawin dengan pria lain,  ia berbuat zinah.


Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Jelas bahwa Allah pada rencana awal penciptaanNya menghendaki agar manusia hanya memiliki satu suami atau satu istri.


Gereja sendiri memiliki aturan dengan berlandaskan kitab suci yang melarang keras soal perceraian. Dalam bacaan injil tersebut pun Yesus menjawab para orang Farisi itu yang hendak mencobaNya tentang perceraian.


Tujuan awal orang Farisi itu adalah ingin mencobai Yesus dengan melontarkan pertanyaan soal perceraian. Dimana dalam perjanjian lama Musa sendiri tidak melarang mereka untuk menceraikan pasangan hidup mereka.


Namun, apa kata dan jawaban Yesus atas pertanyaan mereka itu, yakni bahwa Musa melakukan itu karena ketegaran hati bangsa Israel. Mereka mencobai Yesus dengan mengandalkan izin Musa untuk bisa menceraikan pasangannya. Namun hal itu tentu ada pendasarannya yang mana bangsa pilihan Allah itu serakah dan congkak hatinya saat itu.


Tuhan Yesus sendiri melawan daan melarang keras setiap perceraian dari pihak istri maupun dari pihak suami, juga apabila ada perzinahan. Yesus dengan tegas mengajarkan bahwa kesatuan perkawinan antara suami dan istri tidak terceraikan.


Nah, inilah pengajaran yang dipegang oleh Gereja Katolik sampai hari ini, yaitu bahwa jika perkawinan yang dilakukan itu sah (dalam artian tidak ada cacat konsensus, tidak ada halangan pernikahan; dan perkawinan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan kanonik), maka  jika suatu saat kedua pihak memutuskan untuk berpisah, mereka tidak dapat menikah lagi.


Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi. Bukan untuk saling mengalahkan atau mengunggulkan. Karena pengaruh kebudayaan dan adat di masing-masing suku dan bangsa, maka banyak di antara bangsa, yang menjadikan laki-laki dan perempuan menjadi ber'kelas' ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah.


Yesus menegaskan bahwa dari awal dunia Allah sudah menjadikan laki-laki dan perempuan, untuk saling melengkapi, saling menolong. Bukan saling mengalahkan, menyakiti atau saling tidak hormat dan tidak sopan. Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan oleh Allah. Bermartabat yang sama. Yang seorang tidak menjadi tuan bagi yang lainnya.


Untuk itu, mari mulai sekarang kita juga selalu memberi penyadaran pada diri kita, pada anak-anak kita, pada orang-orang di sekitar kita, untuk saling bisa menghormati dan menghargai antara laki-laki dan perempuan, karena memang Allah menjadikan laki-laki dan perempuan untuk menjadi partner hidup, saling mencintai, saling melayani, saling menghormati dan saling menghargai.


Renungan Untuk kita Umat Tuhan.

Sesungguhnyalah, setiap orang tidak menghendaki perceraian. Pada umumnya, perceraian terjadi karena adanya salah paham dan kurang adanya saling pengertian. Perceraian bukanlah solusi yang terbaik. Karena perceraian niscaya akan meninggalkan luka-luka dalam hati pasangan suami istri terutama bagi anak-anak yang akan sangat terasa pahit dan getir.


Dalam bacaan Injil hari ini kita mendapati bahwa orang-orang Farisi yang datang kepada Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan tentang perceraian. Sudah tentu, pertanyaan orang-orang Farisi itu membuat Tuhan Yesus memberikan didikan dan ajaran kepada mereka, bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.


Tuhan Yesus menyatakan bahwa sejak dari mulanya, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan. Laki-laki kemudian meninggalkan ayahnya dan ibunya untuk menjadi satu dengan isterinya. Karenanya, Tuhan Yesus menegaskan bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.


Lalu, barang siapa menceraikan isterinya dan kawin dengan perempuan lain, maka ia hidup dalam perzinahan. Dan apabila isteri menceraikan suaminya, lalu menikah dengan laki-laki lain, maka ia berzinah dengan suaminya itu.


Berbahagialah kita dan semua peribadi di antara kita yang percaya bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia dan setia membangun keluarga yang saling memahami, saling mengerti, saling mengasihi, bahagia dan damai sejahtera. karena dia sudah lebih dahulu mempersatukan kita dengan Diri-Nya dan kita dengan Allah Bapa dengan kelimpahan kasih karunia-Nya yang tidak berkesudahan.


Berbahagialah kita, para suami dan para isteri, dan semua pribadi di antara kita yang tidak menceraikan isteri atau suaminya dan tidak menikah lagi dengan perempuan lain atau laki-laki lain, serta tetap setia membangun keluarga yang rukun, bahagia, sukacita dan damai sejahtera. Karena Dia sudah menyediakan bagi kita bagian hidup kekal yang penuh sukacita dan damai sejahtera bersama dengan Allah Bapa yang bertakhta di surga.


Yesus menegaskan bahwa perkawinan tidak dapat di ceraikan,sebab itu adalah kehendak Allah dari semula.Musa mengizinkan perceraian karena ketegaran hati mereka.Ketegaran hati inilah yang menyebabkan rusaknya ikatan sakral cintakasih pria,wanita dan Allah.


Perceraian dalam dunia sekarang ini sangat lumrah terjadi mulai dari masyarakat tingkat bawah,sampai masyarakat tingkat atas.Entah masalah ekonomi,perselingkuhan,kurangnya komunikasi antara kedua belah pihak dan banyak lagi masalah yang di hadapi dalam hidup berumah tangga.


 Yesus bersikap tegas merujuk kepada awal mula penciptaan dengan mengatakan,"Apa yang dipersatukan oleh Allah,janganlah diceraikan oleh manusia."Jika seorang menceraikan pasangannya dan kawin lagi,maka mereka hidup dalam perzinahan.


Karena adanya perceraian merupakan tanda kegagalan manusia memahami makna cinta sejati dan belum dewasanya pribadi seseorang dalam memulai hidup baru.


Santo Yohanes mengatakan pentingnya sebuah hubungam pribadi dengan Yesus dalam hidup berkeluarga,karena segala kerapuhan,kekurangan pasangan dan ketidaksempurnaan keluarga akan di lengkapi Tuhan.


Karena Relasi Cinta itu di dasarkan pada relasi Bapa,Putra dan Roh Kudus yang saling percaya.Jadi dalam hidup berumahtangga itu,bukan hal yang gampang/mudah dan bukan hanya menerima kesenangan-kesenangan saja tetapi juga harus bisa menerima kesusahan dan berani berkurban untuk saling menerima kekurangan dan kelebihan pasangannya.


Keluarga adalah Domus Ecclesia, Gereja kecil yang hadir dalam masyarakat. Dalam lembaga keluarga, nilai persatuan, kasih, penghormatan, harmonitas, dialog, kejujuran, spiritualitas dan solidaritas hidup bersama dibangun.


Keluarga yang hidup dalam kasih dan spirit merawat hubungan dengan Tuhan menghadirkan kegembiraan, karakter Kristianitas dan pengharapan tentang masa depan yang bermutu dan bahagia.


Dewasa ini kita dihadapkan dengan kenyataan baru yang menggelisahkan dan menantang. Pertama, adanya pergeseran nilai persatuan dan keutuhan dengan alasan-alasan yang rasional. Demi efesiensi dan distribusi peran. Bahkan dengan hati tegar manusia selalu ingin memisahkan diri dengan Tuhan dan sesama. Kedua, ada kecenderungan individual yang ingin menang sendiri dan mendominasi sesama dan lingkungan. Ketiga, manusia dihadapkan dengan aneka godaan dan tawaran-tawaran material yang semu dan sesaat.


Sementara itu melemahnya budaya dialog dan spiritualitas sebagai hal yang indah dan meneguhkan. Doa dan dialog penuh kasih sebagai kekuatan dalam mengelola berbagai pergumulan hidup terabaikan.


Terhadap kenyataan dan tendensi ini kiranya kita sebagai orang beriman dapat belajar merawat keutuhan dan harmonitas keluarga dengan membangun spiritualitas kerohanian hidup dan dialog kebersaamaan yang intens.


Selanjutnya keluarga-keluarga hendaknya menyadari diri sebagai Domus Ecclesia yang hadir untuk mempersiapkan generasi berkualitas bagi gereja dan bangsa.


Keluarga yang bahagia dan harmonis karena menghidupkan nilai-nilai Iman, harap dan kasih senantiasa memaknai kasih setia yang sejati dalam keluarga sebagai seminari dalam mentrasfer nilai-nilai iman bagi anak-anak yang dititipkan Tuhan.


Hari ini dan seterusnya keluarga-keluarga mampu merawat dan mempertahankan keutuhan dan persatuan hidup dengan menjujung tinggi nasehat Yesus, yang dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia.


Diatas semuanya itu kita seyogyanya sadar bahwa ketegaran hati dan kesombongan individual yang menjadi formula umum perpecahan dalam aneka bidang kehidupan, termasuk dalam lembaga keluarga. Kita pantas waspada dan berjaga-jaga.


Semoga kita selalu terbuka untuk merefleksikan dan memperbaharui hidup dalam terang kasih yang menyatukan, menyempurnakan dan meneguhkan satu sama lain. 


Marilah berdoa.

Ya Tuhan jagalah kesucian cinta kami dan komitmen kami kepada-Mu dalam janji suci pernikahan kami, semoga dalam mengarungi hidup berumah tangga, kami senantiasa saling mencintai dan tetap saling setia satu sama lain sampai maut memisahkan kami, amin.

Menjadi Haram Dan Terang Dunia.“Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.” Markus 9:41-50



Pada suatu hari berkatalah Yesus kepada murid-murid-Nya, “Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.”


 “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut. Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.)


Jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.) 


Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam. Karena setiap orang akan digarami dengan api. 


Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.”


Sebagai murid Kristus, kita dianugerai contoh atau pola hidup penuh kasih oleh Tuhan. Hidup ini adalah anugerah atau pemberian cuma-cuma dari Allah. Tugas dan panggilan hidup kita adalah saling memberi. Wujud pemberian yang paling sederhana dan bisa dilakukan oleh setiap orang adalah memberi perhatian, doa, dan pertolongan yang dilandasi kasih yang tulus. Memberi tidak membuat orang akan  rugi. 


Pemberian yang tulus tidak pernah sia-sia. Orang yang memiliki kebiasaan memberi  tidak mudah merugikan dan menyesatkan orang lain. Semoga kita selalu yakin dan tidak ragu-ragu untuk selalu salibg memberi dengan murah hati.  Salam sehat dan bahagia. 


Kebenaran sejati itu bersifat rohani yang tidak dapat kita tangkap dengan pancaindra. Segala sesuatu di dunia ini dapat berdaya guna bagi manusia yang harus membangun dirinya sesuai kehendak Allah yang menciptakan, tetapi segala sesuatu itu dapat juga menyesatkan karena manusia sebagai pribadi yang berdaulat demi pengembangan dirinya dilimpahi wewenang mengelolanya. Namun cara mengelola itu harus sesuai dengan kehendak Sang Pencipta dan bukan atas kehendaknya sendiri.


Aku berkata kepadamu: "Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya. Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dibuang ke dalam laut. 


Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggalah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung daripada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam. Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggalah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang daripada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka".


Kalau kita berusaha memahami dengan lebih mendalam, bukan hanya orang yang dapat menyesatkan orang lain dan anggota tubuhnya dapat menyesatkan pemiliknya, tetapi kekayaan duniawi itu juga dapat menyesatkan manusia. Justru hal ini juga dikatakan oleh Kristus sendiri dengan cukup tegas. 


Sebab kelekatan pada kekayaan yang memang memberi kesenangan, kemudahan, kepuasan dan kemapanan hidup di dunia ini mudah membuat manusia merasa tidak membutuhkan orang lain terutama Tuhan, yang sekali pun belum pernah dilihatnya, apalagi janji-Nya masih nanti dan tidak terbayangkan. Dan begitu meninggalkan Allah, berbagai tindak kejahatan demi untuk melindungi kekayaan dan dirinya akan mudah dilakukan, segala hal yang sifatnya negatif mudah muncul dari hatinya.


Selain itu, tidak kalah pentingnya manusia memperhatikan bahwa orang dapat disesatkan karena sikap eksklusif yang membanggakan kelompoknya sendiri sebagai yang paling baik dan paling benar sehingga merasa yang paling dicintai oleh Allah. Dikatakan "tidak kalah penting", karena biasanya penyesatan itu tidak disadari. Misalnya: ingin membela Allah dengan cara berpikir dan bertindak manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.


 Sikap eksklusif itu mudah menimbulkan iri hati, misalnya apabila ada orang dari luar kelompoknya yang dapat melakukan hal yang sama dengan kelompoknya kemudian menganggap saingan dan harus disingkirkan demi popularitas kelompoknya.


Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain."


Tuhan, Engkau  datang ke bumi sebagai Penebus dan Juruselamat untuk menunjukkan kepada kami bagaimana kami harus hidup. Engkau adalah Kebenaran. Meskipun ada banyak gangguan dan godaan di dunia, kami tahu bahwa kebahagiaan sejati kami terletak pada sikap percaya dan mempercayakan hidup kami kepada semua yang Engkau kehendaki bagi hidup kami.  


1. Secangkir Air: 

Memang air sangat penting untuk kehidupan. Akan tetapi memberi seseorang secangkir air tampaknya merupakan hal yanh kecil dan sepele.  Bagi kebanyakan dari kita memang begitu. Kita diberkati bumi pertiwi yang melimpah air minum.  


Dulu di setiap rumah selalu diletakkan kendi untuk siapapun yang kehausan yang kebetulan lewat di depan rumah.  Namun bagi sebagian orang di tempat yang lain,  air sangat langka dan berharga. Berbagi secangkir air dalam keadaan seperti itu mengingatkan kita pada janda miskin yang “mempersembahkan seluruh penghidupannya” 


Meskipun kita memiliki banyak air, kebanyakan dari kita tidak merasa bahwa kita memiliki banyak waktu dan kepedulian untuk sesama. Jika kita diminta untuk menyerahkan waktu atau tenaga kita, itu bisa terasa seperti pengorbanan yang terlalu besar. 


Namun tindakan sederhana seperti pemberian secangkir air kepada seseorang yang membutuhkan itu sangat menolong.  Demikian pula saat kita memberikan waktu dan kepedulian kita dalam pelayanan di gereja atau di masyarakat,  sudah bisa dipastikan kita dapat mendatangkan kebaikan.  


2. Batu sandungan:  

Dalam Kejadian 4:9, “Tuhan bertanya kepada Kain, 'Di mana saudaramu Habel?' Dia menjawab, 'Saya tidak tahu. Apakah aku penjaga saudaraku?'” Dalam Injil Lukas, “ahli taurat… ingin membenarkan dirinya sendiri dan bertanya kepada Yesus, 'Siapakah sesamaku manusia?'” (Lukas 10:25, 29). Kedua bagian itu menunjukkan sikap keengganan untuk bertanggung jawab atas orang lain. 


Kita semua dipanggil untuk melayani dengan murah hati dalam penggunaan waktu dan tenaga kita untuk melayani orang lain.  Ketika kita enggan seperti Kain atau ahli taurat jelas hidup kita bertentangan dengan kehendak Allah bagi hidup kita.  Kita dapat menjadi batu sandungan bagi sesama kita. 


3. Jika Garam Telah Kehilangan Rasa Asinnya.

Hidup bersama kita dimaksudkan untuk saling mendorong dan menarik orang lain kepada kehendak Allah.   Apa yang terjadi ketika iman kita menjadi suam-suam kuku? Ketika kita kehilangan pengaruh positif yang seharusnya kita miliki terhadap orang-orang di sekitar kita. Hal itu secara bertahap dapat menjadikan kita tidak peka terhadap dosa dalam kehidupan kita sendiri. 


Kesetiaan kita kepada Kristus berarti kesediaan untuk rela mengorbankan apa pun untuk kebaikan dan kebahagiaan sesama.  Dan dengan berbagi kitapun merasa bahagia.  Keengganan kita untuk peduli kepada sesama terjadi karena kita salah memakai kehendak bebas kita.  Kita abai dari rasa tanggung jawab untuk menjadi penjaga.  Hidup kita harus saling menjaga. 


Marilah  Kita. Berdoa: 

Tuhan Yesus. Perintah-Mu untuk mengasihi sesama seperti diri kami sendiri lebih dari sekedar bersikap baik agar kami dikenal baik hati. Dalam Injil hari ini Engkau menunjukkan betapa seriusnya kami harus menjalani kehidupan ini. Engkau memanggil kami untuk menginginkan hidup yang kekal bagi kami dan bagi saudara-saudari kami.  Beri hikmat dan berkat-Mu.  Agar hidup kami dapat saling menjaga dan melayani. 

Wednesday, 23 February 2022

Kata Yohanes kepada Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita." Tetapi kata Yesus: "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.(Markus 9: 38-40)



Sabda Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk menjadi orang yang bijaksana, sebagaimana sabda-Nya: "Jangan kamu cegah dia, sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita". 


Bukanlah hal yang mudah untuk memiliki sikap bijaksana, karena sikap bijaksana adalah merupakan rahmat Allah. Tidak semua pemimpin adalah juga seorang pamong, namun seorang pamong sudah tentu adalah seorang pemimpin. Mengapa demikian, karena seorang pamong senantiasa mengandalkan suara Tuhan yang muncul dari lubuk hatinya dalam setiap pengambilan keputusannya. 


Sehingga keputusan yang bijak akan menimbulkan keyakinan bahwa kebijaksanaannya dapat dipercaya karena untuk kepentingan orang banyak. Kita ini manusia lemah yang seringkali dikendalikan oleh hawa nafsu yang saling berjuang dalam tubuh kita. Hawa nafsu akan menggiring kita untuk selalu mengedepankan kepentingan diri kita sendiri, kesombongan, dan yang paling parah adalah mejadikan keakuannya sebagai Tuhan di dalam hatinya. 


Secara tidak langsung hal ini adalah merupakan godaan untuk menyingkirkan Tuhan dari kehidupannya. Sungguh memprihatinkan karena banyak orang tidak menyadarinya. Karena itu Yakobus dalam suratnya berkata: "Karena itu, tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu". Untuk melawan kuasa iblis dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. 


Namun, dengan belajar menjadi orang yang memiliki semangat kerendahan hati dan tiada hentinya berdoa memohon agar roh kebijaksanaan dicurahkan ke dalam hati kita, maka kita akan dimampukan untuk menjadi orang yang bijaksana.


Yesus menghargai manusia berdasarkan perbuatan-perbuatannya, "siapa yang tidak melawan, ada di pihak kita". Manusia bijaksana adalah yang selalu mau mempertimbangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi sesama. 


Kata Yohanes kepada Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita." Tetapi kata Yesus: "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.


"Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di oihak kita," begitulah ayat emas dari pelita sabda hari ini. Jawaban Yesus kepada para murid ini merupakan rangkuman dari ajaran-Nya, terutama dalam relasi dengan sesama. 


Sudah sejak.awal Yesus mengajarkan kepada para murid agar tidak manjadi ekslusif alias menutup diri terhadap kelompok lain, agama lain, ras lain  atau kelompok lain. Kita harus mengembangkan sikap terbuka terhadap sesama atau pihak lain, terutama yang memiliki kehendak baik dan mengajarkan kebaikan.


Inilah yang disebut membangun persaudaraan sejati dengan siapa pun. Perbedaan tidak boleh menghalangi kebersamaan. Berbeda tidak berarti harus saling berhadapan dan berlawanan. 


Pelita sabda hari ini menegaskan bagaimana Yesus sangat menghargai orang-orang lain yang mengadakan pengusiran setan demi nama-Nya. Ketika para murid berusaha mengahalang-halangi mereka, Tuhan justru berkata "Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita." 


Tuhan mengajarkan sikap menghargai orang lain dengan segala perbuatan dan karyanya jika itu memang baik. Bersama itu juga sejatinya Yesus mengajarkan kepada kita bagaimana harus bersikap terbuka terhadap sesama. Itulah artinya hidup bersesama. Tetap semangat dan berkah Dalem.


Mencintai kesabaran adalah salah satu tindakan menghargai sebuah proses menuju sebuah tujuan. Lewat proses itu kita mampu untuk bertanggung jawab terhadap setiap capaian yang hendak kita raih. Dengan kata lain, proses senantiasa memiliki dua nilai penting, yaitu kesabaran dan tanggung jawab. 


Akan tetapi banyak orang atau kita sendiri berusaha menuju sebuah target tanpa melalui proses. Pada saat itulah, nilai kesabaran menjadi hilang sehingga pemahaman akan sebuah tanggung jawab hanyalah pemahaman yang dangkal.


Hari ini kita diajak untuk mencintai kebijaksanaan. Melalui apa? Banyak hal telah disediakan Tuhan agar kita mampu menemukannya dengan mudah. Akan tetapi, pernahkah kita menyadari rahmat Tuhan itu? Misalkan ketika hendak berangkat bekerja, apakah kita menyadari bahwa perjalanan yang kita lalui bisa selamat karena penyertaan Tuhan? Atau sudahkah kita bersyukur untuk hari baru yang telah di anugerahkan Tuhan kepada kita? 


Kebijaksanaan tidak menuntut hal yang besar dan muluk-muluk. Cukup dengan hening sejenak dan mensyukuri rahmat Tuhan pada hari ini, maka kita akan mampu mencicipi sukacita karena kesederhanaan kita dalam bertindak. 


Syukuri apa yang telah kita terima. Mulai dari yang kecil, maka kita akan tahu rasa syukur yang muncul dari proses kesabaran dan tanggung jawab. Di situlah kebijaksanaan kita akan bertumbuh dan mendewasakan kita.


Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita. Mari kita bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik dan demi kebaikan kita semua. Ingatlah bahwa kemuliaan Tuhan dan berkat-Nya yang kekal akan menjadi milik kita, jika kita mampu bertahan dan menang melewati momen yang penuh tantangan ini.


“Jangan kalian cegah dia! Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita.”


Renungan Untuk kita Semua Umat TUHAN.

Untuk apa iri hati dan merasa terancam dengan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain? Pada saat kita iri hati pada kelebihan teman, kesuksesan sesama, dan kebaikan yang mereka tunjukkan, pada saat itu kita menunjukkan kelemahan kita. Seharusnya, kelebihan dan kebaikan yang dilakukan oleh sesama menjadi motivasi untuk melakukan hal yang sama atau pun menciptakan suasana hidup yang persis sama. 


Tuhan Yesus mengingatkan para murid-Nya tentang reaksi mereka kepada seorang yang melakukan mujizat dalam nama-Nya. Dalam peringatan-Nya, Tuhan Yesus menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kebaikan dalam Nama-Nya, tidak melawan Dia, tetapi memihak Dia. 


Pada satu satu sisi, Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa menjadi pengikut-Nya bukan berpihak satu orang atau pun sekelompok orang. Pada sisi lain, nilai kebaikan Tuhan berlaku untuk semua orang dan dapat dilakukan oleh siapa saja yang berniat baik. Jadi, tak boleh merasa risih, iri hati, atau pun terancam dengan kebaikan dan kesuksesan sesama. 


Kecenderungan eksklusivisme semakin terasa dalam kehidupan kita sekarang ini, dan orang semakin mudah melakukan diskriminasi terhadap sesamanya. Berbagai macam alasan dan latar belakang digunakan untuk menolak orang yang tidak sepaham atau tidak menerima pendapat kita. Jikalau perlu mereka dihancurkan.


Godaan eksklusivisme seperti itu juga terjadi di kalangan para murid Yesus. Salah seorang murid, yaitu Yohanes, datang kepada Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami melihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu. Lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita". Ternyata yang dipikirkan Yohanes itu tidak benar di mata Gurunya.


Sabda Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk menjadi orang yang bijaksana, sebagaimana sabda-Nya: "Jangan kamu cegah dia, sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita" (Yoh.9:40).


Bukanlah hal yang mudah untuk memiliki sikap bijaksana, karena sikap bijaksana adalah merupakan rahmat Allah. Tidak semua pemimpin adalah juga seorang pamong, namun seorang pamong sudah tentu adalah seorang pemimpin. 


Mengapa demikian, karena seorang pamong senantiasa mengandalkan suara Tuhan yang muncul dari lubuk hatinya dalam setiap pengambilan keputusannya. Sehingga keputusan yang bijak akan menimbulkan keyakinan bahwa kebijaksanaannya dapat dipercaya karena untuk kepentingan orang banyak.


Kita ini manusia lemah yang seringkali dikendalikan oleh hawa nafsu yang saling berjuang dalam tubuh kita. Hawa nafsu akan menggiring kita untuk selalu mengedepankan kepentingan diri kita sendiri. Untuk melawan kuasa iblis dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. 


Namun, dengan belajar menjadi orang yang memiliki semangat kerendahan hati dan tiada hentinya berdoa memohon agar roh kebijaksanaan dicurahkan ke dalam hati kita, maka kita akan dimampukan untuk menjadi orang yang bijaksana. 


Yesus menghargai manusia berdasarkan perbuatan-perbuatannya, "siapa yang tidak melawan, ada di pihak kita". Manusia bijaksana adalah yang selalu mau mempertimbangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi sesama.

Tuesday, 22 February 2022

Pesta Takhta Santo Petrus. "Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-KU, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga" (Matius, 16:13-19)


Gereja merayakan Pesta Santo Petrus. Baik  Petrus maupun Paulus mengalami banyak penderitaan, penganiayaan.  Keduanya mati sebagai martir karena iman akan Yesus Kristus. Kemartiran  tidak harus selalu berarti mengorbankan hidup karena iman akan Kristus.  Kemartiran juga berarti mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadi  demi nilai-nilai Injil.


Sebuah lukisan berjudul "ordination"  karya seorang pelukis Perancis, Nicolas Poussin (1594-1665),  menggambarkan bagaimana Yesus menyerahkan kunci surga kepada Santo  Petrus di hadapan para rasul lainnya seperti yang kita baca pada Injil  hari ini: "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga, apa yang  kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di  dunia ini akan terlepas di surga". 


Kita tahu bagaimana kualitas  para rasul, Petrus yang pernah tiga kali menyangkal Yesus, Thomas yang  pernah meragukan Yesus yang bangkit, dan Yakobus dan Yohanes yang  berambisi duduk di kiri dan kanan Yesus di surga nanti, Mateus bekas  pemungut cukai, juga para rasul yang lain. 


Mereka bukanlah  pribadi-pribadi yang hebat pun pula pejabat yang mempunyai kedudukan.  Namun dalam kenyataannya kita melihat bahwa dalam kebersamaan dengan  Tuhan Yesus, mereka berubah dari orang-orang yang tidak berkualitas  menjadi orang-orang yang berkualitas. 


Kuasa Allah bisa  memampukan mereka untuk berubah. Memang perubahan itu tidak akan terjadi  seketika, tidak seperti kalau kita makan cabai langsung terasa pedas.  Namun dengan semangat mau tetap bersama dengan Tuhan dan mengikuti  kaidahnya, siapa tahu lama kelamaan kita akan diubah oleh kuasa Allah.


Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita semua, bahwa iman kepada Tuhan  adalah jawaban manusia terhadap karya Allah yang menuntun dan  menyelamatkan manusia menuju hidup abadi. Itulah yang dikehendaki Allah,  sebagaimana dikatakan oleh Kristus sendiri bahwa imanlah yang  menyelamatkan. 


Namun, iman itu harus dihidupi oleh manusia itu sendiri  dengan dan dalam cinta kasih. Itulah iman yang hidup dan sekaligus juga  memperkuatnya. Di situlah iman semakin mendalam dihayati sebagai  kebenaran yang membenarkan manusia. 


Segala sesuatu yang  dilakukan dan dialami Kristus adalah karya Allah yang benar-benar  menyelamatkan manusia sesuai dengan janji-Nya. Kristus tidak dapat  dipisahkan dari Allah Bapa, karena itu, ketaatan kepada ajaran Kristus  adalah juga ketaatan kepada Allah. 


Allah Bapa yang berkarya melalui  Kristus. Bukanlah hal yang mudah untuk memahami sabda-Nya terlebih yang  menyangkut iman, dan bukanlah hal yang mudah untuk dapat menjadi orang  beriman.


Pembaptisan adalah tanda orang mengimani Kristus. Namun,  apakah kita menyadari bahwa iman itu mesti diperjuangkan untuk  dihayati, sehingga kita dapat hidup baik dan benar. Kristus berkarya  menyelamatkan umat manusia sesuai dengan kehendak Allah Bapa yang begitu  besar cinta-Nya kepada manusia. 


Kita diharapkan memliki rasa cinta  kepada Kristus dan iman akan karya penyelamatan Allah, sehingga Allah  berkenan melimpahkan petolongan-Nya lebih berlimpah lagi yaitu dengan  mengutus Roh Kudus, Roh Cinta Kasih Allah sendiri untuk membimbing kita  agar tetap mampu melaksanakan kehendak Allah. 


Selain dari pada itu, kita  juga diharapkan untuk terus mengembangkan cinta untuk memperdalam iman  kita, agar semakin banyak orang diselamatkan oleh Kristus. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-KU, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga.

 

Tuhan mempercayakan kita dengan kuasa yang berbeda-beda. Dengan kekuasaan itu, kita sekiranya tak menjadi pribadi yang otoriter. Berkuasa tanpa menghargai harga diri orang lain atau pun berkuasa dengan merendahkan sesama. Kekuasaan yang kita miliki mesti membangun dan menuntun sesama ke jalan yang benar.


Hari ini, Gereja merayakan pesta takhta St. Petrus, Rasul. Tuhan memberikan kuasa kepada Santu Petrus. Kuasa itu bertujuan agar Petrus menjadi gembala yang bisa menuntun umat Tuhan pada jalan yang benar. Kuasa itu pun membangun sesama agar tak terjebak pada jalan yang salah. 


Tanggung jawab Petrus pada Gereja Tuhan menjadi model bagi kita menjalankan tanggung jawab atas kuasa yang kita miliki. Kita selalu diingatkan bahwa keluarga merupakan gereja kecil. Sekiranya, gereja kecil ini bisa bertumbuh dengan baik karena tanggung jawab dan peran orangtua. 


Kursi Santo Petrus juga dikenal sebagai Takhta Santo Petrus, adalah sebuah singgasana kayu terbungkus perunggu yang secara fisik berada di Basilika Santo Petrus di Kota Vatikan. Pada dasarnya ini adalah kursi yang rumit.


Namun ada makna simbolis yang mendalam di kursi ini. Kursi digambarkan sebagai simbol misi khusus Petrus dan Penerusnya untuk menggembalakan kawanan domba Kristus, menjaganya tetap bersatu dalam iman dan dalam kasih.


Inilah misi yang dipercayakan kepada Petrus, seperti yang kita dengar dalam Injil hari ini dan bukan hanya kepada Petrus tetapi juga kepada para Penerusnya.


Pesta ini juga menelusuri suksesi Apostolik bagi Gereja universal saat ini sampai ke Petrus. Dalam pengertian itu, Paus Fransiskus disebut sebagai penerus St. Petrus dan Paus mewarisi otoritas apostolik yang sama yang diberikan kepada St. Petrus.


Wewenang ini harus digunakan untuk mengajarkan kebenaran dan untuk melayani dengan kerendahan hati, untuk memelihara kesatuan Gereja sebagai Tubuh Kristus sehingga menjadi tanda keselamatan bagi dunia.


Namun belakangan ini, banyak skandal mengerikan telah mengguncang Gereja hingga ke dasar dan Gereja telah tenggelam jauh ke dalam krisis dengan skandal, ajaran sesat dan perpecahan.


Namun, Pesta Tahta Petrus mengingatkan kita bahwa Gereja dibangun di atas batu karang dan gerbang neraka, alam maut tidak akan pernah bisa memusnahkannya. Ini adalah kata-kata Kristus sendiri, yang adalah Kepala Gereja. 


Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi."  Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?"


Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"   Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.


Tuhan Yesus, Engkau memanggil rasul-rasul-Mu untuk memimpin komunitas orang percaya.  Engkau telah memberi komunitas tersebut berupa: rasul,  guru dan pengajar jemaat.  Kini kami semua berada dalam komunitas tersebut.  Bantu kami untuk juga mewujudkan panggilan-Mu untuk melayani-Mu sebagai saksi sehingga menarik orang untuk mengenal-Mu sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup. 


1.Jawaban Kita: 

“Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Mengingat budaya kita saat ini, cara orang Kristen menjawab pertanyaan ini menjadi masalah yang penting dibanding jaman sebelumnya. Ada usaha yang mencoba menanamkan keraguan dan kebingungan di sekitar pertanyaan siapa Kristus. 


Padahal jika kita tidak dapat memberikan kesaksian yang memadai tentang siapa Kristus itu, bagaimana dunia akan datang kepada anugerah keselamatan yang hanya ditawarkan oleh Kristus? Mari kita berdoa untuk peningkatan iman sehingga jawaban kita kepada sesama kita dapat menjadi otentik dan meyakinkan: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup."


2.Batu Karang Gereja Kami: 

Pengakuan Petrus bahwa Yesus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"  itulah yang menjadi dasar berdirinya gereja/komunitas orang percaya.  Berdasarkan pengakuan itu gereja terus menjalankan apa yang menjadi perintah Kristus: Terus Berkarya Dalam Karya Penyelamatan.  


Melalui gereja Kristus terus berkarya untuk menebus dan menyelamatkan manusia.  Intinya Kristus terus berkarya dan tidak akan pernah meninggalkan gereja sendirian. Dia memilih kita untuk mengambil peran penting dalam karya penyelamatan-Nya.   Dia akan terus memberi kita bimbingan yang kita butuhkan. 


3.Kunci Kerajaan Sorga: 

Kini Kunci Kerajaan Sorga ada di tangan Gereja. Kita harus menyadari bahwa kita dipilih oleh Kristus untuk menjadi saksi Kerajaan. Kita tahu bahwa Roh Kudus memimpin kita.  


Kegagalan umat Perjanjian Lama adalah memegang erat kunci itu dan tidak membagikan berita sukacita kepada dunia.  Kita tidak boleh mengulangi kegagalan tersebut.  Kita wajib membagi: Pengampunan,  Berkat dan Belas Kasih Allah bagi sesama.  Kita adalah Pemegang Kunci.  


Renungan untuk kita Semua.

Kita mengenal seseorang dengan baik kalau kita menjalin relasi yang akrab dengan orang tersebut. Relasi yang akrab itu tercipta lewat perjumpaan yang terus menerus dan disertai dengan komunikasi dari hati ke hati. 


Kalau hal itu tidak dilakukan, barangkali kita hanya mengenal nama dan sosok orang itu dan tidak mengenalnya dengan baik. Begitu pula dalam relasi kita dengan Tuhan. Tuhan mengenal kita dengan baik. Karenanya, kita pun perlu berupaya untuk berelasi akrab dengan Tuhan agar kita bisa mengenal-Nya dengan baik. 


Pengakuan iman Simon Petrus menunjukkan kedekatannya dengan Tuhan Yesus. Dia menyadari siapa Tuhan Yesus yang telah diikutinya. Dengan ini, Simon Petrus tidak sekadar mengikuti Tuhan Yesus, namun dia juga berupaya mengenal dan berelasi dengan Tuhan Yesus lebih dekat. Hasilnya terlahir pengakuan iman, di mana Simon Petrus mengakui keilahian Tuhan Yesus.


 Hal ini mengingatkan kita dalam mengikuti Tuhan Yesus. Kita mesti mengikuti dan berelasi dengan Tuhan Yesus dari dekat. Tujuannya, agar kita bisa mengenal-Nya dan mengakui keilahian-Nya dengan baik. Semakin mendalam dan dekat kita berelasi dengan Tuhan, semakin mendalam pula pengenalan kita pada keilahian-Nya. 


Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:17-19)


Pengakuan iman Petrus diikuti berkah dan pujian dari Tuhan. _Pertama,_ Tuhan menganugerahkan nama "Petrus" (yang berarti batu karang) kepada Simon dan ia dinyatakan sebagai dasar bagi Gereja yang dibangun Tuhan. 


Atas dasar iman Petrus (para rasul) inilah persekutuan Gereja berdiri dan maut takkan menguasainya. Artinya Gereja Kristus akan tegak berdiri hingga di ujung waktu. _Kedua,_ Petrus diserahi kunci kerajaan surga yang dapat mengikat kebaikan baik di dunia maupun di surga.


Pelita sabda ini mengingatkan kita untuk selalu mendasarkan iman kita atas para rasul. Jika di setiap ibadah kita mendaraskan dan mengulangi syahadat iman para rasul, kita diajak untuk selalu  hidup pada pada jalur dan jalan yang benar, yakni beriman seturut iman para rasul. 


Pelita sabda ini juga menegaskan bahwa hidup kita tidak hanya berujung dan berhenti di dunia tetapi ada lanjutannya, yakni dalam alam abadi. Kebaikan yang diikat di dunia akan terikat dalam hidup selanjutnya.


 Karenanya tak ada kata sia-sia untuk suatu perbuatan baik. Teruslah mengikat kebaikan karena kebaikan itu akan kita bawa dalam hidup setelah kita meninggalkan dunia. Tetap semangat dan berkah Dalem.

Monday, 21 February 2022

YESUS Mengusir Roh Jahat dari Seorang Anak Yang Bisu. (Markus, 9: 14-29) .


Kisah tentang seorang anak yang kerasukan roh jahat, yang membisukan dan menulihkan. Apabila roh itu menyerangnya, anak itu dibanting-bantingnya ke tanah, mulutnya berbusa, giginya kertakan dan tubuhnya kejang. Para murid Yesus mencoba mengusir roh jahat itu tetapi mereka tidak mampu mengusirnya. Yesus-lah yang mampu mengeluarkan roh jahat itu dari si anak.


Kita pun mengalami kerasukan setan yang membisukan dan menulihkan. Ketika roh itu menyerang, kita tidak mampu mendengarkan sabda Allah, kita tidak mampu menyuarakan cinta dan kebenaran, kita dibanting-banting oleh konflik kepentingan dan perhitungan untung rugi. Kita menjadi bisu bertutur dan tuli mendengar cinta Allah dan kebenaran-Nya.


Pertanyaannya adalah, adakah orang yang berupaya menyembuhkan kita? Pernahkan kita sendiri menyadari kebisuan dan ketulian itu?


Bukan hal yang mudah untuk mengusir setan yang membisukan dan menulihkan kita. Tetapi mari kita membiarkan Yesus hadir dan berkarya dalam diri kita, ini adalah resepnya. Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa, doa dan puasa adalah caranya. 


Semoga Tuhan mendengarkan doa-doa kita, membersihkan kita dari segala kerasukan setan sehingga dengan kebijaksanaan dalam hidup bersama Kristus kita menjadi murni dan menghasilkan buah cinta, kedamaian, kasih sayang, kebaikan dan keadilan. 


Markus 9:14-29 Ketika Yesus, Petrus, Yakobus dan Yohanes kembali pada murid-murid lain, mereka melihat orang banyak mengerumuni murid-murid itu, dan beberapa ahli Taurat sedang mempersoalkan sesuatu dengan mereka. Pada waktu orang banyak itu melihat Yesus, tercenganglah mereka semua dan bergegas menyambut Dia.  Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Apa yang kamu persoalkan dengan mereka?"


Kata seorang dari orang banyak itu: "Guru, anakku ini kubawa kepada-Mu, karena ia kerasukan roh yang membisukan dia. Dan setiap kali roh itu menyerang dia, roh itu membantingkannya ke tanah; lalu mulutnya berbusa, giginya bekertakan dan tubuhnya menjadi kejang. Aku sudah meminta kepada murid-murid-Mu, supaya mereka mengusir roh itu, tetapi mereka tidak dapat." 


Maka kata Yesus kepada mereka: "Hai kamu angkatan yang tidak percaya, berapa lama lagi Aku harus tinggal di antara kamu? Berapa lama lagi Aku harus sabar terhadap kamu? Bawalah anak itu ke mari!"


Lalu mereka membawanya kepada-Nya. Waktu roh itu melihat Yesus, anak itu segera digoncang-goncangnya, dan anak itu terpelanting ke tanah dan terguling-guling, sedang mulutnya berbusa.


Lalu Yesus bertanya kepada ayah anak itu: "Sudah berapa lama ia mengalami ini?" Jawabnya: "Sejak masa kecilnya.  Dan seringkali roh itu menyeretnya ke dalam api ataupun ke dalam air untuk membinasakannya. Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." Jawab Yesus: "Katamu: jika Engkau dapat? Tidak ada yang mustahil bagi orang yang percaya!"


Segera ayah anak itu berteriak: "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" Ketika Yesus melihat orang banyak makin datang berkerumun, Ia menegor roh jahat itu dengan keras, kata-Nya: "Hai kau roh yang menyebabkan orang menjadi bisu dan tuli, Aku memerintahkan engkau, keluarlah dari pada anak ini dan jangan memasukinya lagi!"



Lalu keluarlah roh itu sambil berteriak dan menggoncang-goncang anak itu dengan hebatnya. Anak itu kelihatannya seperti orang mati, sehingga banyak orang yang berkata: "Ia sudah mati." Tetapi Yesus memegang tangan anak itu dan membangunkannya, lalu ia bangkit sendiri

Ketika Yesus sudah di rumah, dan murid-murid-Nya sendirian dengan Dia, bertanyalah mereka: "Mengapa kami tidak dapat mengusir roh itu?" Jawab-Nya kepada mereka: "Jenis ini tidak dapat diusir kecuali dengan berdoa."


Yesus, kami datang ke hadapan-Mu dengan membawa kepada-Mu semua area kehidupan kami yang membutuhkan sentuhan penyembuhan-Mu. Engkaulah harapan kami.  Bantu kami tumbuh dalam kepercayaan sehingga cinta kami kepada-Mu tumbuh lebih kuat dan lebih dalam. Amin


1. Guru, anakku ini kubawa kepada-Mu:

Ketika Yesus, Petrus, Yakobus, dan Yohanes kembali dari gunung dalam peristiwa Transfigurasi, mereka menemukan murid-murid lain berdebat dengan beberapa ahli Taurat. Ketika Yesus bertanya apa yang sedang mereka bicarakan, seorang pria menjawab bahwa dia telah membawa putranya agar Yesus dapat mengusir roh jahat dalam tubuh anaknya. 


Dalam ketidakhadiran-Nya, para murid mencoba mengusir roh jahat itu tetapi mereka tidak berhasil. Pria ini telah berharap bahwa murid-murid Yesus akan dapat bertindak dalam nama Yesus, meskipun Dia sedang tidak ada bersama mereka. 


Saat ini orang mungkin tidak mengharapkan kita untuk mengusir setan, namun kita masing-masing tetap dipanggil untuk membuat Kristus hadir di dunia. Perhatikan contoh wanita Samaria yang bertemu Yesus di sumur; dia segera pergi ke kota dan memberi tahu orang-orang tentang pengalamannya, "Dan banyak orang Samaria dari kota itu telah menjadi percaya kepada-Nya karena perkataan perempuan itu, yang bersaksi: "Ia mengatakan kepadaku segala sesuatu yang telah kuperbuat."(Yohanes 4:39). 


Kesaksian hidup kita seharusnya berdampak pada orang lain. Orang banyak seharusnya bisa berharap pada kita untuk membantu mereka bertemu dengan Yesus. Paling tidak mereka dapat merasakan belas kasih Kristus melalui kita.  Dengan demikiam iman yang kita miliki adalah iman yang hidup, yang terlihat oleh orang-orang di sekitar kita. 


2. Jika Engkau Dapat:

Kita tidak tahu di mana atau bagaimana orang itu mendengar tentang Yesus dan mujizat yang telah Dia buat, tetapi dia membawa putranya kepada Yesus. Ketika Yesus tidak ada, Dia rela membiarkan para murid mencoba mengusir roh jahat, dan mungkin berkecil hati karena kegagalan mereka. Ada kemungkinan bahwa sebagian dari antusiasmenya telah berkurang dan mungkin kepercayaan dirinya telah terpengaruh juga.


 Dia meminta bantuan Yesus dengan agak ragu-ragu, "Sebab itu jika Engkau dapat berbuat sesuatu, tolonglah kami dan kasihanilah kami." Yesus berfokus pada kata "jika," dan sang ayah menanggapi dengan iman dan pengetahuan bahwa dia membutuhkan iman yang lebih dalam: ": "Aku percaya. Tolonglah aku yang tidak percaya ini!" 


Kita masing-masing telah diberi karunia iman dalam baptisan. Oleh karena itu adalah tanggung jawab kita untuk memelihara karunia itu. Seruan, “Saya percaya, bantu ketidakpercayaan saya!” menunjukkan kecenderungan batin untuk berkeinginan bertumbuh dalam imanpercaya lebih dalam dan selalu merindukan Tuhan. Terus menerus memohon agar kita lebih dekat.  Itulah tujuan hidup kita.  


Ketika para murid bertanya kepada Yesus mengapa mereka gagal dalam upaya mereka untuk mengusir roh jahat, Dia menjawab dengan blak-blakan bahwa doa diperlukan. Tampaknya para murid mengandalkan pengetahuan dan kekuatan mereka sendiri daripada doa. 


Kehidupan Kristen kita membutuhkan doa. Ini adalah wujud hubungan antara Yesus sang pokok anggur dan kita ranting-rantingnya. Hal ini penting untuk menghasilkan buah: “Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.” (Yohanes 15:5).  Tanpa Yesus kita tidak dapat memuliakan Allah.  Marilah kita meminta karunia agar kita dapat memuliakan Allah.


kita  menyadari bahwa dengan jalinan relasi yang sepenuh hati, maka Allah akan beserta kita. Kita akan dibimbing serta akan dilindungi oleh Roh Kudus dari segala hal yang jahat. Hendaknya kita mau untuk hanya berserah kepada Allah serta seturut kehendak Allah saja.


 Sebagaimana sabda-Nya: "Siapa tidak bersama Aku, ia melawan Aku, dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai beraikan". Oleh sebab itu, hendaknya kita mau untuk membaca Kitab Suci, meresapkannya dalam hati serta mewujudnyatakannya dalam hidup. 


Sesungguhnya, kisah Yesus mengusir roh dari seorang anak yang bisu, mengajak kita untuk mau menghayati hidup harian kita dengan spiritualitas agar supaya kita semakin dekat dengan Allah, percaya kepada-Nya agar semakin besar perbuatan kita yang dilandasi cinta kasih, serta murah hati. Tuhan selalu mengingatkan kita, antara lain: "Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia membinasakan atau merugikan dirinya sendiri. Ia harus makin besar, tetapi aku harus makin kecil. Sebab kamu telah dibeli dan harganya telah lunas dibayar. Karena itu muliakanlah Allah dengan tubuhmu"


Hendaknya kita mau untuk memusatkan perhatian hanya kepada Tuhan dan hidup serta tinggal di dalam Allah saja. Kita harus berjuang untuk menjadikan iman kita hidup, tumbuh serta berkembang dari waktu ke waktu. Mau untuk memohon agar Yesus membersihkan, menguduskan, dan menyembuhkan kita . 


Dengan demikian kita akan dapat membawa Yesus dalam keluarga dan saudara seiman yang membutuhkan. Kita akan dapat untuk menyangkal diri, memikul salib, dan mengikuti-Nya.

Friday, 18 February 2022

Syarat-syarat mengikut YESUS "Menyangkal Diri Dan Mengikuti-Nya. Barangsiapa kehilangan nyawa demi Aku dan karena Injil, akan menyelamatkan nyawanya."( Markus 8:34-9:1")

 
Syarat  Mengikuti  YESUS.


Pada suatu ketika Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya, dan berkata kepada mereka, "Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya, dan mengikut Aku.


Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkan nyawanya.


Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya? Kalau seseorang malu karena Aku dan karena perkataan-Ku  di tengah-tengah angkatan yang tidak setia dan berdosa ini, maka Anak Manusia pun akan malu karena orang itu apabila Ia datang kelak dalam kemuliaan Bapa-Nya, diiringi malaikat-malaikat kudus."


Kata Yesus lagi kepada mereka, "Aku berkata kepadamu; Sungguh, di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat Kerajaan Allah datang dengan kuasa." 


Yesus dengan jelas menyebutkan apa yang membuat seseorang menjadi  murid sejati. Misteri salib adalah jantung dari semua kehidupan kita. Para pendengar Yesus sungguh akan sudah biasa dengan setiap tindakan memikul palang salib di bahu mereka. 'Dia yang tidak berdosa' merangkul salib karena kasih untuk dunia kita hancur ini.


Tuhan berikan kami bahu-bahu yang kuat setiap hari untuk menemui orang, untuk meringankan beban sesama. Bantu kami untuk merasakan konsolasi atau penghiburan yang kami terima, ketika  kami pergi keluar membantu seseorang.


Melaksanakan kehendak Allah itu harus dilakukan dengan sepenuh hati, karena Kristus bukan hanya menjadi HAKIM atas perbuatan manusia, tetapi juga yang memberikan hidup kepada mereka yang kehilangan nyawanya karena Dia. Manusia diciptakan sebagai pribadi yang harus mewujudkan diri sebagai pernyataan yang disabdakan Allah agar manusia dapat hidup abadi yang membahagiakan. 


Manusia berdosa, sehingga kesenangan serta kenikmatan duniawi menguasai manusia, namun, Allah tetap menghendaki keselamatan manusia. Maka, Allah melimpahkan rahmat-Nya agar manusia bertobat yaitu mau kembali mengikuti kehendak Allah, mau untuk menyalibkan nafsu kedagingannya. Sebab Allah yang maha pengasih dan maha penyayang tidak gembira melihat manusia mati meskipun karena dosanya sendiri.


Untuk mewujudkan diri sebagai manusia ciptaan Allah, manusia harus berpedoman pada kehendak Allah. Manusia juga telah mengalami, karena melakukan menurut kehendaknya sendiri, akibatnya manusia merasakan kerusakan dalam dirinya dan bahkan kerusakan itu terus berjalan dan akhirnya akan rusak total dan akhirnya manusia mati binasa. 


Maka, apabila manusia mau tetap hidup, manusia harus melaksanakan kehendak Allah. Tetapi sebagai pribadi, manusia harus mempertanggungjawabkan dosanya melalui kerelaannya untuk menerima akibat dosa itu. Manusia harus mau menerima kerusakan dan kematian itu dengan mengikuti teladan Kristus.


 " Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkan nyawanya" (Mrk.8:35).


Kristus datang ke dunia ini untuk melaksanakan kehendak Allah menyelamatkan manusia. Penderitaan dan kematian Kristus merupakan tanda tanggung jawab-Nya terhadap tugas perutusan Allah. Itu dikehendaki Allah, justru karena Allah memperlakukan manusia sebagai pribadi yang berdaulat dan berkenan mencurahkan kembali hidup Ilahi yang abadi apabila manusia mau bertanggung jawab. 


Itulah kemurahan hati Allah yang begitu besar yang sepantasnya kita syukuri. Dan ucapan terima kasih kepada Tuhan yang paling sesuai dengan kemurahan hati Allah itu ialah "mempersembahkan hidup kita sendiri". Tubuh kita akan binasa karena dosa.


 Namun Allah akan membangkitkannya di akhir zaman. Karena itu, hendaknya kita mau menanggapi kehendak Allah itu dengan menyerahkan diri seutuhnya, termasuk tubuh kita selama hidup di dunia ini. Cara itu akan membersihkan hati dan budi kita. 


Dalam perjalanan hidup di dunia yang berubah-ubah ini, kita pun akan dapat menangkap kehendak Allah, karena kita hidup menurut roh, terang, dan tidak menurut daging. Melaksanakan kehendak Allah itu merupakan tindakan dan sikap yang menghidupkan dan bahkan membahagiakan.


Kecenderungan manusiawi kita adalah menolak dan menghindari penderitaan. Kita ingin kita dan orang-orang yang kita kasihi selalu dalam keadaan baik, terbebas dari bahaya, bencana, sakit dan derita. 


Mungkin ini salah satu alasan mengapa Petrus, sebagaimana dikisahkan dalam bacaan kemarin, tidak mau kalau Yesus harus menanggung banyak penderitaan, lalu dibunuh. Sikap Petrus ini keliru karena ia bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.


 Yesus memberitahukan kita bahwa yang harus menderita bukan hanya diri-Nya tetapi setiap orang yang menjadi murid-Nya. Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku. 


Inilah jalan yang secara eksplisit disebut oleh Yesus agar kita dapat mengikuti-Nya, menyangkal diri dan tidak menghindari penderitaan tetapi menjadikannya sebagai salib yang harus dipikul. Penyangkalan diri nyata dalam berbagai bentuk pengendalian diri terhadap berbagai macam nafsu, kenikmatan, keserakahan dan kesenangan terhadap hal-hal duniawi. 


Memanggul salib nyata dalam kesediaan kita untuk berkorban demi pelayanan dan kebaikan hidup bersama serta tidak berupaya membebaskan diri dari penderitaan tetapi rela menanggungnya dengan penyerahan dan pengharapan kepada Tuhan.


Yesus lalu menambahkan, mengikut Aku. Sebab dengan mengikuti Dia, kita tidak hanya mendapat teladan dari-Nya untuk menyangkal diri dan memikul salib tetapi juga mendapatkan kekuatan dan pertolongan dari-Nya sehingga penyangkalan diri kita dan jerih lelah kita memikul salib sungguh-sungguh mendatangkan keselamatan. 


Markus 8:34 — “ Lalu YESUS memanggil orang banyak dan Murid-murid-NYA dan berkata kepada mereka: "Setiap orang yang mau MENGIKUT AKU, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan MENGIKUT AKU.”


Markus 9:1 — “ KATA-NYA lagi kepada mereka: "AKU berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa KERAJAAN ALLAH telah datang dengan kuasa.”


 Hal mengikut YESUS KRISTUS memang bukan pertama kali kita dengar tapi bagi orang-orang yang ada di sekitar TUHAN YESUS waktu itu, ketika ucapan ini keluar dari MULUT YESUS KRISTUS, mereka sama sekali tidak mengerti dengan apa yang TUHAN YESUS sampaikan.


Dari sekian banyak ucapan TUHAN YESUS memang dalam satu konteks tertentu seringkali hanya menimbulkan tanda tanya bagi murid-murid. Termasuk ketika TUHAN YESUS berkata “menurut kata orang siapakah AKU ini ? Ada yang berkata “ENGKAU adalah Elia, ENGKAU salah satu dari seorang nabi, ENGKAU Yeremia dan ada yang mengatakan bahwa YESUS adalah Yohanes pembaptis.” 


TUHAN YESUS akhirnya berkata “Menurut kamu siapakah AKU ini?” yang sangat mengherankan disini adalah murid-murid yang sudah berbulan-bulan MENGIKUT TUHAN YESUS, masih belum kenal juga siapa YESUS KRISTUS.


Kalau salah satu MURID-NYA bisa berkata “ENGKAU-lah MESIAS ANAK ALLAH yang hidup” itu tidak berangkat dari sebuah kesimpulan pengalaman rohani Petrus karena Alkitab berkata “Bapakulah yang mengilhamkannya.” 


Jadi hari itu ROH KUDUS meminjam mulut Petrus untuk mengucapkan kalimat-kalimat pengakuan tentang YESUS KRISTUS adalah ANAK ALLAH. Artinya, tidak ada satupun dari murid-murid YESUS ini yang kenal betul siapa YESUS KRISTUS.


Mereka hanya mengenal TUHAN YESUS KRISTUS sebatas GURU itu sebabnya YESUS KRISTUS dipanggil RABI. Mereka tidak mengerti betul pelayanan KE-MESIAS-AN YESUS kalau bukan ROH TUHAN yang meminjam mulut Petrus. 


Pelayanan KE-MESIAS-AN ini bukanlah pelayanan yang sederhana karena dalam perjanjian lama pelayanan ini berhubungan dengan MEZBAH, DARAH dan HADIRAT ALLAH. Pada zaman itu jika salah melayani resikonya mati. ALLAH ingin agar YESUS KRISTUS diakui sebagai MESIAS dan YESUS KRISTUS sendiri yang nanti menjadi korban DARAH-NYA sebagai MEZBAH-NYA.


TUHAN YESUS banyak kali menegaskan hal MENGIKUT YESUS KRISTUS sebagai komitmen dan juga pengalaman yang tidak boleh main-main. Hal ini dikatakan TUHAN YESUS ketika DIA hendak berjalan menuju ke Yudea dan dalam catatan jurnal-jurnal yang bisa ditemukan, pelayanan TUHAN YESUS di Yudea ini adalah enam bulan terakhir menjelang KEMATIAN-NYA. 


Jadi TUHAN YESUS tidak lagi ke Galilea sebab TUHAN YESUS tahu WAKTU-NYA sudah tiba. Enam bulan menjelang paskah dimana TUHAN YESUS akan menjadi korban paskah maka migrasilah YESUS KRISTUS ke Yudea. Dalam perjalanan ini maka TUHAN YESUS ingin menegaskan hal MENGIKUT TUHAN, apakah murid-murid sudah tahu betul apa resiko dari MENGIKUT TUHAN dan apa syaratnya.


TUHAN YESUS memanggil, maka ini sesuatu yang khusus karena tidak semua orang bisa datang, hanya orang-orang tertentu saja yang YESUS KRISTUS tahu bahwa ada kemungkinan mereka bisa melakukan syarat-syaratnya. Setelah TUHAN YESUS memanggil mereka barulah dimulai dialog “Setiap orang yang mau MENGIKUT AKU, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan MENGIKUT AKU.”


Dalam bahasa Grika ayat ini berkata “Setiap orang yang mau mengikut di BELAKANG-KU” jadi ada kata di BELAKANG-KU. Kata ini bukan hanya sekedar mengikut saja tapi kata ini mengandung arti kedisiplinan, konsistensinya. Dalam teks bahasa Grika kata ini mahal sekali sebab orang yang mau MENGIKUT TUHAN harus tetap berada di belakang. Dan kata ini menjelaskan bahwa sebagai PENGIKUT KRISTUS YESUS TUHAN kita harus bercermin dari kehidupan YESUS KRISTUS. Artinya, apa yang TUHAN YESUS lakukan itu juga yang harus kita lakukan.


TUHAN YESUS kemudian berkata “Barangsiapa mau MENGIKUT AKU, ia harus menyangkal dirinya.” Kata menyangkal diri inilah yang mungkin membingungkan murid-murid karena harus meniadakan diri atau menganggap diri tidak penting. Hal menyangkal diri ini memiliki arti apapun yang dia lakukan dan sekalipun apa yang dikerjakan berhasil bahkan diterima orang, maka dia harus mau untuk tidak mendapatkan pujian sedikitpun. Bila perlu keberadaannya disangkal sama sekali.


YESUS KRISTUS ingin mengajar kepada murid-murid bahwa MENGIKUT TUHAN apapun yang kita buat dan setinggi apapun pujian yang kita dapat, kita tidak berhak meminta bagian dalam pujian tersebut. Dengan demikian bila orang tidak menganggap kita, dan tidak memberikan pujian atas apa yang kita lakukan, kita tidak boleh marah sebab jika tidak, kita belum menyangkal diri.


Dalam PELAYANAN-NYA, TUHAN YESUS menyembuhkan banyak orang tapi TUHAN YESUS selalu katakan bahwa itu karena KUASA ALLAH agar NAMA TUHAN dimuliakan, walaupun YESUS KRISTUS punya hak atas hal itu.


Jadi kalau kita berbicara tentang hal mengikut YESUS KRISTUS, itu berhubungan dengan ego. Karena rata-rata kalau kita sudah melakukan sesuatu dan hasilnya baik, lalu kita tidak disebut maka kita bisa menyimpan kemarahan kita selama bertahun-tahun.


TUHAN YESUS mengajar kita untuk bisa memberi dengan ketulusan dalam pelayanan apapun dan kalau sampai kita menuntut pengakuan maka kita belum pada tahap menyangkal diri.


Markus 8:34, Barangsiapa mau MENGIKUT TUHAN YESUS harus pikul salib. Hal terpenting yang perlu kita bahas dalam kalimat ini adalah, salib disini bukan menunjukkan pada SALIB YESUS tetapi pada salib kita sendiri.


Apa yang TUHAN YESUS katakan tentang pikul salib, pada saat itu sangat sulit untuk dipahami oleh orang Yahudi. Mengapa ? Karena era YESUS KRISTUS melayani adalah era dimana orang-orang Yahudi ini dijajah oleh orang Roma. Dan sudah menjadi tanggung jawab yang umum bahwa semua orang dari generasi ke generasi harus mau angkat senjata mengusir Roma dari bumi Yahudi karena bagi mereka Roma adalah musuh terbesar mereka.


Ketika YESUS KRISTUS katakan bahwa IKUT TUHAN itu angkat salib mereka merasa ini adalah sesuatu yang aneh, karena bagaimana mungkin salib bisa dipakai menghadapi musuh. Dalam MENGIKUT TUHAN kita harus sadari bahwa MUSUH TUHAN adalah musuh kita dan siapakah MUSUH TUHAN ? Dosa. Itu sebabnya musuhilah dosa. Kalau mungkin dalam dirimu ada dosa yang sulit untuk diakui maka akan sulit juga diperangi.


"Sebab aku telah mati oleh hukum Taurat untuk hukum Taurat, supaya aku hidup untuk ALLAH. Aku telah disalibkan dengan KRISTUS; namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan KRISTUS yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam ANAK ALLAH yang telah mengasihi aku dan menyerahkan DIRI-NYA untuk aku." Galatia 2:19-20


Kita masih hidup di dalam daging kita. Namun jadilah orang benar bagi KRISTUS YESUS TUHAN dengan cara pikul salib. Semakin banyak kejahatan engkau perangi maka hidupmu akan semakin berkenan di hadapan KRISTUS TUHAN. Jangan dulu kita memikul SALIB TUHAN sebab TUHAN katakan, siapa yang bisa minum CAWAN-NYA ? Salib kita dulu yang harus kita pikul.


Pada dasarnya apa yang TUHAN YESUS katakan ini sederhana untuk dilakukan, Markus 9:1 — “ AKU berkata kepadamu, sesungguhnya di antara orang yang hadir di sini ada yang tidak akan mati sebelum mereka melihat bahwa KERAJAAN ALLAH telah datang dengan kuasa.”


Kematian di sini tidak menunjukkan pada kematian fisik melainkan menunjuk pada apa yang TUHAN YESUS katakan pada Markus 8:35-37 — “ Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena AKU dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya. Apa gunanya seorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya. Karena apakah yang dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?"


Jika kita bisa melepas hidup ini dengan menyangkal diri, pikul salib, TUHAN YESUS pasti memelihara dan otomatis nyawa pun TUHAN YESUS pelihara karena itu masuklah dalam kategori orang yang tidak akan mati atau tidak akan dikuasai dengan rasa takut mati sebab mereka akan hidup sampai melihat KERAJAAN ALLAH datang dengan kuasa, Amin.

Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
CEO
David Bell
Creative Designer
Eve Stinger
Sales Manager
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

Search This Blog

Powered by Blogger.

informasi pendidikan

Apa Perbedaan Agama dan spiritualitas

Menurut pandangan saya, agama dan spiritualitas adalah dua konsep yang berbeda meskipun terkait erat. Agama adalah pengorganisasian gagasan-...