Pada suatu hari Yesus berangkat ke daerah Yudea dan ke daerah seberang sungai Yordan. Di situ orang banyak datang mengerumuni Dia, dan seperti biasa Yesus mengajar mereka.
Maka datanglah orang-orang Farisi hendak mencobai Yesus. Mereka bertanya, "Bolehkah seorang suami menceraikan isterinya?" Tetapi Yesus menjawab kepada mereka,
"Apa perintah Musa kepada kamu?" Mereka menjawab, "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai."
Lalu Yesus berkata kepada mereka, "Karena ketegaran hatimulah Musa menulis perintah itu untukmu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka pria dan wanita; karena itu pria meninggalkan ibu bapanya dan bersatu dengan isterinya. Keduanya lalu menjadi satu daging. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia."
Setelah mereka tiba di rumah, para murid bertanya pula tentang hal itu kepada Yesus. Lalu Yesus berkata kepada mereka, "Barangsiapa menceraikan isterinya lalu kawin dengan wanita lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika isteri menceraikan suaminya lalu kawin dengan pria lain, ia berbuat zinah.
Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Jelas bahwa Allah pada rencana awal penciptaanNya menghendaki agar manusia hanya memiliki satu suami atau satu istri.
Gereja sendiri memiliki aturan dengan berlandaskan kitab suci yang melarang keras soal perceraian. Dalam bacaan injil tersebut pun Yesus menjawab para orang Farisi itu yang hendak mencobaNya tentang perceraian.
Tujuan awal orang Farisi itu adalah ingin mencobai Yesus dengan melontarkan pertanyaan soal perceraian. Dimana dalam perjanjian lama Musa sendiri tidak melarang mereka untuk menceraikan pasangan hidup mereka.
Namun, apa kata dan jawaban Yesus atas pertanyaan mereka itu, yakni bahwa Musa melakukan itu karena ketegaran hati bangsa Israel. Mereka mencobai Yesus dengan mengandalkan izin Musa untuk bisa menceraikan pasangannya. Namun hal itu tentu ada pendasarannya yang mana bangsa pilihan Allah itu serakah dan congkak hatinya saat itu.
Tuhan Yesus sendiri melawan daan melarang keras setiap perceraian dari pihak istri maupun dari pihak suami, juga apabila ada perzinahan. Yesus dengan tegas mengajarkan bahwa kesatuan perkawinan antara suami dan istri tidak terceraikan.
Nah, inilah pengajaran yang dipegang oleh Gereja Katolik sampai hari ini, yaitu bahwa jika perkawinan yang dilakukan itu sah (dalam artian tidak ada cacat konsensus, tidak ada halangan pernikahan; dan perkawinan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan kanonik), maka jika suatu saat kedua pihak memutuskan untuk berpisah, mereka tidak dapat menikah lagi.
Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi. Bukan untuk saling mengalahkan atau mengunggulkan. Karena pengaruh kebudayaan dan adat di masing-masing suku dan bangsa, maka banyak di antara bangsa, yang menjadikan laki-laki dan perempuan menjadi ber'kelas' ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah.
Yesus menegaskan bahwa dari awal dunia Allah sudah menjadikan laki-laki dan perempuan, untuk saling melengkapi, saling menolong. Bukan saling mengalahkan, menyakiti atau saling tidak hormat dan tidak sopan. Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan oleh Allah. Bermartabat yang sama. Yang seorang tidak menjadi tuan bagi yang lainnya.
Untuk itu, mari mulai sekarang kita juga selalu memberi penyadaran pada diri kita, pada anak-anak kita, pada orang-orang di sekitar kita, untuk saling bisa menghormati dan menghargai antara laki-laki dan perempuan, karena memang Allah menjadikan laki-laki dan perempuan untuk menjadi partner hidup, saling mencintai, saling melayani, saling menghormati dan saling menghargai.
Renungan Untuk kita Umat Tuhan.
Sesungguhnyalah, setiap orang tidak menghendaki perceraian. Pada umumnya, perceraian terjadi karena adanya salah paham dan kurang adanya saling pengertian. Perceraian bukanlah solusi yang terbaik. Karena perceraian niscaya akan meninggalkan luka-luka dalam hati pasangan suami istri terutama bagi anak-anak yang akan sangat terasa pahit dan getir.
Dalam bacaan Injil hari ini kita mendapati bahwa orang-orang Farisi yang datang kepada Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan tentang perceraian. Sudah tentu, pertanyaan orang-orang Farisi itu membuat Tuhan Yesus memberikan didikan dan ajaran kepada mereka, bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.
Tuhan Yesus menyatakan bahwa sejak dari mulanya, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan. Laki-laki kemudian meninggalkan ayahnya dan ibunya untuk menjadi satu dengan isterinya. Karenanya, Tuhan Yesus menegaskan bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.
Lalu, barang siapa menceraikan isterinya dan kawin dengan perempuan lain, maka ia hidup dalam perzinahan. Dan apabila isteri menceraikan suaminya, lalu menikah dengan laki-laki lain, maka ia berzinah dengan suaminya itu.
Berbahagialah kita dan semua peribadi di antara kita yang percaya bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia dan setia membangun keluarga yang saling memahami, saling mengerti, saling mengasihi, bahagia dan damai sejahtera. karena dia sudah lebih dahulu mempersatukan kita dengan Diri-Nya dan kita dengan Allah Bapa dengan kelimpahan kasih karunia-Nya yang tidak berkesudahan.
Berbahagialah kita, para suami dan para isteri, dan semua pribadi di antara kita yang tidak menceraikan isteri atau suaminya dan tidak menikah lagi dengan perempuan lain atau laki-laki lain, serta tetap setia membangun keluarga yang rukun, bahagia, sukacita dan damai sejahtera. Karena Dia sudah menyediakan bagi kita bagian hidup kekal yang penuh sukacita dan damai sejahtera bersama dengan Allah Bapa yang bertakhta di surga.
Yesus menegaskan bahwa perkawinan tidak dapat di ceraikan,sebab itu adalah kehendak Allah dari semula.Musa mengizinkan perceraian karena ketegaran hati mereka.Ketegaran hati inilah yang menyebabkan rusaknya ikatan sakral cintakasih pria,wanita dan Allah.
Perceraian dalam dunia sekarang ini sangat lumrah terjadi mulai dari masyarakat tingkat bawah,sampai masyarakat tingkat atas.Entah masalah ekonomi,perselingkuhan,kurangnya komunikasi antara kedua belah pihak dan banyak lagi masalah yang di hadapi dalam hidup berumah tangga.
Yesus bersikap tegas merujuk kepada awal mula penciptaan dengan mengatakan,"Apa yang dipersatukan oleh Allah,janganlah diceraikan oleh manusia."Jika seorang menceraikan pasangannya dan kawin lagi,maka mereka hidup dalam perzinahan.
Karena adanya perceraian merupakan tanda kegagalan manusia memahami makna cinta sejati dan belum dewasanya pribadi seseorang dalam memulai hidup baru.
Santo Yohanes mengatakan pentingnya sebuah hubungam pribadi dengan Yesus dalam hidup berkeluarga,karena segala kerapuhan,kekurangan pasangan dan ketidaksempurnaan keluarga akan di lengkapi Tuhan.
Karena Relasi Cinta itu di dasarkan pada relasi Bapa,Putra dan Roh Kudus yang saling percaya.Jadi dalam hidup berumahtangga itu,bukan hal yang gampang/mudah dan bukan hanya menerima kesenangan-kesenangan saja tetapi juga harus bisa menerima kesusahan dan berani berkurban untuk saling menerima kekurangan dan kelebihan pasangannya.
Keluarga adalah Domus Ecclesia, Gereja kecil yang hadir dalam masyarakat. Dalam lembaga keluarga, nilai persatuan, kasih, penghormatan, harmonitas, dialog, kejujuran, spiritualitas dan solidaritas hidup bersama dibangun.
Keluarga yang hidup dalam kasih dan spirit merawat hubungan dengan Tuhan menghadirkan kegembiraan, karakter Kristianitas dan pengharapan tentang masa depan yang bermutu dan bahagia.
Dewasa ini kita dihadapkan dengan kenyataan baru yang menggelisahkan dan menantang. Pertama, adanya pergeseran nilai persatuan dan keutuhan dengan alasan-alasan yang rasional. Demi efesiensi dan distribusi peran. Bahkan dengan hati tegar manusia selalu ingin memisahkan diri dengan Tuhan dan sesama. Kedua, ada kecenderungan individual yang ingin menang sendiri dan mendominasi sesama dan lingkungan. Ketiga, manusia dihadapkan dengan aneka godaan dan tawaran-tawaran material yang semu dan sesaat.
Sementara itu melemahnya budaya dialog dan spiritualitas sebagai hal yang indah dan meneguhkan. Doa dan dialog penuh kasih sebagai kekuatan dalam mengelola berbagai pergumulan hidup terabaikan.
Terhadap kenyataan dan tendensi ini kiranya kita sebagai orang beriman dapat belajar merawat keutuhan dan harmonitas keluarga dengan membangun spiritualitas kerohanian hidup dan dialog kebersaamaan yang intens.
Selanjutnya keluarga-keluarga hendaknya menyadari diri sebagai Domus Ecclesia yang hadir untuk mempersiapkan generasi berkualitas bagi gereja dan bangsa.
Keluarga yang bahagia dan harmonis karena menghidupkan nilai-nilai Iman, harap dan kasih senantiasa memaknai kasih setia yang sejati dalam keluarga sebagai seminari dalam mentrasfer nilai-nilai iman bagi anak-anak yang dititipkan Tuhan.
Hari ini dan seterusnya keluarga-keluarga mampu merawat dan mempertahankan keutuhan dan persatuan hidup dengan menjujung tinggi nasehat Yesus, yang dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia.
Diatas semuanya itu kita seyogyanya sadar bahwa ketegaran hati dan kesombongan individual yang menjadi formula umum perpecahan dalam aneka bidang kehidupan, termasuk dalam lembaga keluarga. Kita pantas waspada dan berjaga-jaga.
Semoga kita selalu terbuka untuk merefleksikan dan memperbaharui hidup dalam terang kasih yang menyatukan, menyempurnakan dan meneguhkan satu sama lain.
Marilah berdoa.
Ya Tuhan jagalah kesucian cinta kami dan komitmen kami kepada-Mu dalam janji suci pernikahan kami, semoga dalam mengarungi hidup berumah tangga, kami senantiasa saling mencintai dan tetap saling setia satu sama lain sampai maut memisahkan kami, amin.
0 comments:
Post a Comment