Sesungguhnya Tidak Ada Nabi yang dihargai di tempat asalnya." Seperti halnya Elia dan Elisa, Yesus diutus bukan hanya kepada orang-orang Yahudi." Lukas 4:21-30
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita temui banyak orang mengeluh,tak mampu,tak puas dalam melakukan apapun tidak dewasa dan tak mandiri dalam menghadapi masalah entah dalam pekerjaan entah di pelayanan gereja.
Karena dalam hati dan benaknya,ia hanya membandingkan dengan dirinya sendiri dengan orang lain.Padahal sebenarnya dia mampu melakukan semuanya.
Seperti halnya dalam injil Iri hati orang-orang zaman Yesus menimbulkan keragu-raguan pada pribadi Yesus.Bukankah Ia hanya anak Yusuf,si Tukang kayu? Keragu-raguan berkembang menjadi ketidak percayaan,penolakan bahkan penghinaan.
Yesus menegur dan mengingatkan bahwa sikap mereka adalah sikap yang sama dengan sikap pendahulu mereka,yaitu orang-orang Israel di zaman Elia dan Elisa.Teguran dan kecaman Yesus tidak membuat mereka bertobat melainkan mereka makin marah. Mereka tidak mau menerima perkataan Yesus.
Mereka menghalau Yesus dari rumah ibadat bahkan mendorong-Nya ketebing gunung hendak melemparkan-Nya dari sana. Ketidak percayaan itu orang-orang Nasaret semakin tertutup Mereka tidak mampu melihat rahmat kehadiran dan karya Allah yang menyelematkan,mereka pun kehilangan rahmat.
Iri hati selalu ada dalam hidup setiap orang,terutama saat ini,hidup semakin keras dan ketat ditengah semakin kuatnya egoisme diri.Iri hati terjadi tidak hanya dikalangan orang-orang tingkat atas,tetapi juga tingkat bawah termasuk di antara orang-orang miskin.
Iri hati tidak juga hanya ada di dalam diri orang yang tidak beriman namun juga ada di dalam orang beriman. Iri hati itu seperti bayang-bayang.Ia selalu ada dan melekat bersama kita,termasuk kita yang aktif dalam berbagai karya pelayanan di ladang Tuhan.Dalam iri hati ada ambisi, egoisme,sikap keras hati dan kesombongan.
Iri hati membuat kita kehilangan kerendahan hati,Bayang-bayang iri hati membuat semua terfokus pada diri sendiri.Mata hati,iman,dan kemanusiaan menjadi tertutup. Tak mampu melihat kehadiran belas kasih Tuhan,tak mampu menilai hal baik dalam diri sesama dan tak peduli pada sesama.
Maka kita harus selalu waspada terhadap bayang-bayang diri,iri hati,dan selalu berjaga dalam iman dan kerendahan hati agar tidak kehilangan rahmat belaskasih Tuhan,seperti yang dialami oleh-orang Nasaret,karena Tuhan hanya menampakkan dan menyatakan kuasa-Nya pada orang-orang yang rendah hati dan percaya akan kehendak-Nya.
Maka berkatalah Yesus kepada mereka, “Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri! Perbuatlah di sini, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar telah terjadi di Kapernaum!
Pikiran negatif kerap kali membuat kita tak nyaman. Kita sepertinya dihantui oleh keberhasilan orang lain. Ketika ada yang sukses, kita menjadi tak bahagia. Kalau ada pikiran negatif, lebih baik kita hancurkan. Kita bangun pikiran positif.
Ketika ada orang yang sukses, kita seyogianya belajar dari kesuksesannya. Ketika ada orang yang melakukan perbuatan baik, kita berupaya untuk melakukan hal yang sama.
Orang-orang Nazaret, yang nota bene seasal dengan Tuhan Yesus mempunyai pikiran negatif pada Tuhan Yesus. Tuhan Yesus melakukan banyak perbuatan baik. Akan tetapi, hal itu tak terlalu dihargai, malah dipandang secara negatif.
Akibat ketidakyakinan dan pikiran negatif mereka, tak satu pun perbuatan mujizat Tuhan Yesus terjadi di Nazaret. Sama halnya dengan pikiran negatif yang ada di dalam diri kita. Ketika pikiran negatif sangat mempengaruhi hidup kita, kita bisa saja menjadi pribadi yang tak maju, suka mengeluh, dan marah-marah.
Lukas 4:21-30. Seperti halnya Elia dan Elisa, Yesus diutus bukan hanya kepada orang-orang Yahudi."
Sekali peristiwa Yesus mengajar orang banyak di rumah ibadat di kota asalnya, kata-Nya, “Pada hari ini genaplah nas Kitab Suci pada waktu kamu mendengarnya.” Mereka heran akan kata-kata indah yang diucapkan-Nya.Lalu mereka berkata, “Bukankah Dia ini anak Yusuf?”
Maka berkatalah Yesus kepada mereka, “Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai Tabib, sembuhkanlah dirimu sendiri! Perbuatlah di sini, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar telah terjadi di Kapernaum!”
Yesus berkata lagi, “Aku berkata kepadamu: Sungguh, tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya. Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak wanita janda di Israel, ketika langit tertutup selama tiga tahun enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri.
Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang janda di Sarfat, di tanah Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel, tetapi tidak ada seorang pun dari mereka yang ditahirkan, selain Naaman, orang Siria itu.”
Mendengar itu sangat marahlah semua orang di rumah ibadat itu. Mereka bangkit, lalu menghalau Yesus ke luar kota, dan membawa Dia ke tebing gunung tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Yesus berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.
“Sungguh tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya”. Kuasa dan kemampuan-Nya untuk mengadakan mukjizat tidak dilakukan-Nya di kalangan sesama penduduk Nasaret, tetapi di daerah sekitarnya. Sebagai contoh Ia menyebut Nabi Elia dan Nabi Elisa.
Mereka melakukan yangsama, mereka itu bukan menolong orang-orang Israel bangsanya sendiri, tetapi justru orang-orang asing: seorang janda dari Sarfat-Sidon dan Naaman dari Siria, kedua-duanya di luar daerah Israel? Mengapa?
Yesus adalah orang biasa, tidak lebih daripada anak Yusuf, seorang tukang kayu, termasuk golongan kelas rendah dalam masyarakat. Bagaimana mungkin kata-kata orang semacam itu dapat diterima. Yesus ditolak!
Dari segi lain, dan inilah rupanya yang ingin disampaikan oleh Lukas kepada para pembaca Injilnya - , Yesus tidak dapat menyelenggara-kan perbuatan dan karya-Nya yang agung apabila Ia menghadapi orang-orang yang sikap dirinya tertutup, curiga serta tidak percaya kepada-Nya.
Bila orang-orang siapapun berkumpul dan bersama-sama tidak mau menerima, memahami dan menolak pandangan atau tawaran pendapat orang lain, maka mereka ini hanya mau memegang pandangannya sendiri dan menolak tawaran kehendak baik dan kasih orang lain.
Bukankah keadaan dan sikap seperti itu juga pernah bahkan kerapkali kita alami sendiri? Bukankah situasi semacam ini sekarang pun merupakan situasi, suasana dan iklim masyarakat kita, di mana setiap pihak berpegang teguh pada pendirianNya sendiri, tertutup untuk saling terbuka untuk menerima pandangan yang lain, bahkan disertai praduga dan kecurigaan? Bukankah situasi semaam itu pun tak jarang di dalam lingkungan keluarga-keluarga kita?
bahwa memiliki suatu pandangan dan sikap hidup yang universal atau luas dan menyeluruh tidaklah mudah! Yesus ditolak karena Ia menunjukkan kejiwaaNya yang besar dan kemurahan hati-Nya, khususnya kepada orang-orang pinggiran.
Berhadapan dengan Yesus yang berjiwa besar, murah hati dan berpandangan luas itu, kita mengakui bahwa kita sendiri sering berjiwa egoistis, irihati, kering dan keras hati. Bagaimana kita dapat mengakui sungguh-sungguh kebaikan dan kesucian Yesus, kalau kita sendiri tidak mampu mengakui kelemahan diri kita sendiri.
Seperti dialami dan dimiliki oleh orang-orang Nasaret, kita sering kurang sadar bahwa kita memilik kebutaan hati. Salah satu ciri kebutaan hati ialah sikap posesif, nafsu memiliki, memiliki mutlak hanya untuk diri sendiri.
Kita semua juga dipanggil menjadi nabi seperti Elia, Elisa, terutama seperti Yesus sendiri. Ciri nabi yang sejati ialah tahu dan mau mengatasi batas-batas pandangan dan kepentingan diri sendiri dan tidak merendahkan martabat orang sesama kita.
"Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya."
Lalu Ia memulai mengajar mereka, kata-Nya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya. Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkan-Nya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?"
Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku: Hai tabib, sembuhkanlah diri-Mu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asal-Mu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" Dan kata-Nya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.
Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri.
Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon. Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorangpun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu."
Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.4:30 Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.
Lalu Ia memulai mengajar mereka, kataNya: "Pada hari ini genaplah nas ini sewaktu kamu mendengarnya." Dan semua orang itu membenarkan Dia dan mereka heran akan kata-kata yang indah yang diucapkanNya, lalu kata mereka: "Bukankah Ia ini anak Yusuf?"
Maka berkatalah Ia kepada mereka: "Tentu kamu akan mengatakan pepatah ini kepadaKu: Hai tabib, sembuhkanlah diriMu sendiri. Perbuatlah di sini juga, di tempat asalMu ini, segala yang kami dengar yang telah terjadi di Kapernaum!" Dan kataNya lagi: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya.
Aku berkata kepadamu, dan kataKu ini benar: Pada zaman Elia terdapat banyak perempuan janda di Israel ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri. Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka, melainkan kepada seorang perempuan janda di Sarfat, di tanah Sidon.
Pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel dan tidak ada seorangpun dari mereka yang ditahirkan, selain dari pada Naaman, orang Siria itu." Mendengar itu sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu.
Mereka bangun, lalu menghalau Yesus ke luar kota dan membawa Dia ke tebing gunung, tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu. Tetapi Ia berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.
Apa yang dilakukan Yesus sebagai Almasih, seperti: menolong orang miskin, menyembuhkan orang buta, membebaskan orang tawanan dan tertindas, semua perbuatan Yesus ini diselenggarakan-Nya bukan di Nasaret. Orang-orang di Nasaret heran mengapa tidak dilakukan juga di Nasaret tempat asal dan tinggal-Nya.
Menghadapi keheranan orang Nasaret, Yesus berkata: “Sungguh tidak ada nabi yang dihargai di tempat asalnya”. Untuk memperkuat perkataannya, Ia menyebut Nabi Elia dan Nabi Elisa (Lukas 4: 25).
Katanya: Seorang janda dari Sarfat-Sidon dan Naaman dari Siria, kedua-duanya di luar daerah Israel. Yesus pun demikian. Ia memulai pewartaannya di Galilea dan mengadakan banyak mujizat di Kapernaum.
Apalagi Yesus adalah orang biasa, tidak lebih daripada anak Yusuf, seorang Tukang Kayu, termasuk golongan kelas rendah dalam masyarakat. Bagaimana mungkin kata-kata orang semacam itu dapat diterima. Yesus ditolak!
Yesus tidak dapat menyelenggarakan perbuatan dan karya-Nya yang agung apabila Ia menghadapi orang-orang yang sikap dirinya tertutup, curiga serta tidak percaya kepada-Nya.
Bila orang-orang siapapun berkumpul dan bersama-sama tidak mau menerima, memahami dan menolak pandangan atau tawaran pendapat orang lain, maka mereka ini hanya mau memegang pandangannya sendiri dan menolak tawaran kehendak baik dan kasih orang lain.
Bukankah keadaan dan sikap seperti itu juga pernah bahkan kerapkali kita alami dan lakukan sendiri? Bukankah situasi semacam ini sekarang pun merupakan situasi, suasana dan iklim masyarakat kita, di mana setiap pihak berpegang teguh pada pendirian-nya sendiri, tertutup untuk saling terbuka untuk menerima pandangan yang lain, bahkan disertai praduga dan kecurigaan? Bukankah situasi semacam itu pun tak jarang di dalam lingkungan keluarga-keluarga kita?
Orang-orang di Nasaret tidak mau meninggalkan sikap posesif, atau sikap “hanya akulah yang benar” terhadap Yesus. Karena itu ketika Yesus menunjukkan apa yang dilakukan oleh Nabi Elia dan Elisa, “sangat marahlah semua orang yang di rumah ibadat itu” dan mengusir Dia, bahkan mau membunuh-Nya.
Yesus dikritik habis-habisan, justru karena Ia mau mengajak setiap orang membuka hati kepada orang-orang kecil. Kejujuran dan keterbukaan hati-Nya justru menghadapi perlawanan, yang membawa-Nya mati di salib!
bahwa memiliki suatu pandangan dan sikap hidup yang universal atau luas dan menyeluruh tidaklah mudah! Yesus ditolak karena Ia menunjukkan kejiwaanNya yang besar dan kemurahan hati-Nya, khususnya kepada orang-orang pinggiran.
Berhadapan dengan Yesus yang berjiwa besar, murah hati dan berpandangan luas itu, kita mengakui bahwa kita sendiri sering berjiwa egoistis, irihati, kering dan keras hati. Bagaimana kita dapat mengakui sungguh-sungguh kebaikan dan kesucian Yesus, kalau kita sendiri tidak mampu mengakui kelemahan diri kita sendiri.
Bersama Bunda Maria kita berdoa: Tuhan perkenankanlah kami menghormati Engkau dengan segenap akal budi dan mencintai semua manusia dengan kasih sejati, jauhkanlah dari kami sikap apatis, ingat diri dan selalu memprtahankan pendapat sendiri. Doa ini kami sampaikan dengan perantaraan Kristus Tuhan kami.