Puasa seharusnya menyadarkan manusia akan kerapuhannya lalu mendekatkan diri kepada Allah.Berpuasa bukan sekedar sebuah aturan matiraga dan askese biasa. Berpuasa berarti hadir di antara orang-orang berdosa, tersingkir dan menjadi pengantara rahmat keselamatan.
Pada suatu kali ketika murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi sedang berpuasa, datanglah orang-orang dan mengatakan kepada Yesus: "Mengapa murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?" Jawab Yesus kepada mereka: "Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak dapat berpuasa.
Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa. Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang tua, karena jika demikian kain penambal itu akan mencabiknya, yang baru mencabik yang tua, lalu makin besarlah koyaknya.
Demikian juga tidak seorang pun mengisikan anggur yang baru ke dalam kantong kulit yang tua, karena jika demikian anggur itu akan mengoyakkan kantong itu, sehingga anggur itu dan kantongnya dua-duanya terbuang. Tetapi anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula."
Hari ini Tuhan mengajarkan tentang makna sesungguhnya berpuasa. Hal ini berawal dari fakta bahwa murid-murid Yohanes dan orang-orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid Yesus tidak. Apa makna puasa sejati itu? Berpuasa sebenarnya mengekang dan menyalibkan keinginan daging terhadap segala kesenangan agar kita lebih dekat dan akrab dengan Tuhan.
Dengan kata lain, saat berpuasa kita harus membangun komunikasi dan berusaha untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dengan harapan ada pembaharuan hidup dan pemurnian hati. Itulah sebabnya Yesus mengambil contoh tentang anggur.
Seperti anggur yang baru harus disimpan di dalam kantong yang baru. Maka berpuasa bukan sekedar mengurangi atau mengekang makanan demi sebuah aturan agama tetapi usaha untuk memurnikan hati dan memperbaharui diri agar semakin akrab dan dekat dengan Tuhan.
Para murid sedang mengalami kebersamaan dengan 'Sang Mempelai' yaituTuhan sendiri. Karenanya bukan sewajibnya para murid diikat oleh macam ragam aturan yang justru dapat menghalangi kebersamaan dengan Tuhan.
Singkat kata, yang dipentingkan adalah kepantasan hati untuk mengalami kasih dan kebersamaan dengan Tuhan bukan aturan-aturan yang mengekang dan menghalangi kebersamaan dengan-Nya. Itulah artinya anggur baru harus disimpan di kantong yang baru juga.
Markus 2: 18 – 22 . Hari ini kita mendengar bahwa ada orang yang bertanya kepada Yesus Kristus, katanya: “Mengapa murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, tetapi murid-murid-Mu tidak?” Jawab Yesus, “Dapatkah sahabat-sahabat mempelai laki-laki berpuasa sedang mempelai itu bersama mereka? Selama mempelai itu bersama mereka, mereka tidak berpuasa, tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”
Dari jawaban Yesus ini, kita bisa pahami apa arti Puasa. Menurut Yesus, puasa adalah satu aktivitas pribadi atau kelompok dalam rangka mengekang diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan berusaha menciptakan kekosongan diri dan mengundang Roh Tuhan mengisi kekosongan itu sehingga kesadaran akan hilangnya Tuhan bisa diperoleh kembali.
Murid-murid Yohanes dan orang Farisi berpuasa karena mereka sadar bahwa relasi mereka dengan Tuhan terhambat karena kelemahan manusiawi mereka. Mereka sadar akan kehilangan Allah dalam diri mereka karena pengaruh kebiasaan buruk yang mereka lakukan.
Mereka sering utamakan kecendrungan manusiawi mereka. Sadar akan kelemahan dan kekurangan itu, maka secara sadar mereka kosongkan diri dan mengekang diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk yang menjauhkan mereka dari Tuhan, dan kini meminta Roh Tuhan untuk mengisi kekosongan diri mereka sehingga kehadiran Tuhan bisa terasa kembali.
Sementara para murid Yesus tidak berpuasa karena Yesus Kristus, yang dianggap ‘mempelai’ masih ada bersama mereka. Yesus Kristus, yang adalah Tuhan masih hidup bersama mereka, dan tetap bekerja secara aktip di tengah mereka. Untuk sementara, para rasul tidak merasa kehilangan Kristus. Tetapi sewaktu Yesus Kristus meninggalkan mereka secara fisik, pada waktu itulah mereka akan berpuasa dan kosongkan diri agar Tuhan bisa bersemayam dalam diri mereka.
Kehilangan Yesus Kristus bisa terjadi kalau mereka secara sadar alihkan focus perhatian mereka kepada hal-hal duniawi yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tetapi kalau mereka mau kembali mengalami Tuhan, maka mereka dengan sangat sadar mengekang diri dari kebiasaan buruk itu dan berusaha keras mengosongkan diri dan biarkan Roh Tuhan mengisi kekosonga itu sehingga mereka kembali merasakan Tuhan hadir dalam diri mereka.
Pertanyaan kita: Sebagai murid Kristus, apakah kita butuh puasa? Saudara-saudari... Pasti saja kita sangat membutuhkan puasa dalam hidup kita. Puasa yang dimaksudkan di sini adalah butuh pengosongan diri dan kendalikan diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk dan biarkan Roh Tuhan mengisi kekosongan kita agar kita boleh merasakan, mengalami Allah lalu memulai cara hidup baru sesuai dengan nilai-nilai Injil dan kehendak Tuhan.
Marilah saudara-saudari... Perbiasakanlah diri untuk berpuasa, mengekang diri dari kebiasaan buruk dan kosongkan diri untuk Roh Tuhan. Semakin kita dipenuhi oleh kekuatan Tuhan, maka semakin kita merasa kuat menjalankan tugas-Nya, dengan demikian kekuatan Setan tidak sanggup mengalahkan kita.
Kita berdoa semoga Tuhan selalu memberi kita kesabaran dan kekuatan di saat kita menjalankan puasa dalam hidup kita.
Jangan menghakimi dengan cara pandang kita. Kita mudah menyalahkan orang lain karena tidak mengikuti aturan yang ada dan menganggap diri paling benar. Orang tidak sepikiran dengan kita adalah orang berdosa.
Yesus prihatin dengan sikap orang munafik seperti ini. Yesus mengungkapkan sindiran-Nya dengan mengatakan anggur baru harus ditempatkan pada kantong yang baru pula dan tidak cocok kain yang baru untuk menambal baju yang sudah tua. Kita diajak bijaksana memandang sebuah aturan.
Aturan tidak boleh berlawanan dengan kemanusiaan dan keadilan. Jika puasa menjauhkan orang dari sisi kemanusiaan dan keadilan, maka puasa itu hanya sebatas rutinitas dan legalitas semata.
Puasa seharusnya menyadarkan manusia akan kerapuhannya lalu mendekatkan diri kepada Allah.
Semakin dekat dengan Allah berarti juga dekat dengan sesama. Berpuasa bukan sekedar sebuah aturan matiraga dan askese biasa. Berpuasa berarti hadir di antara orang-orang berdosa, tersingkir dan menjadi pengantara rahmat keselamatan bagi mereka.
Ada contoh singkat tentang Markus 2:18-22
Saya suka memperhatikan barista menyiapkan kopi bagi konsumennya. Pertama, ia mempersiapkan gelas yang sesuai. Untuk kopi panas, ia akan memilih gelas khusus untuk minuman panas. Untuk kopi dingin, gelasnya lain lagi. Barulah kemudian mereka meracik kopi sesuai dengan pesanan.
Saya membayangkan Tuhan itu seperti barista dan berkat-Nya itu seperti kopi. Lalu gelasnya melambangkan apa? Itulah kita. Sering kita berdoa meminta berkat, bahkan tidak jarang kita memaksa Tuhan untuk segera mencurahkan berkat-Nya pada kita. Namun, sering Dia seperti berlambat-lambat.
Kenapa? Karena Dia sedang mempersiapkan gelas yang tepat untuk menampung berkat-Nya. Tidak sulit bagi Tuhan menjawab doa kita atau memberikan berkat yang kita butuhkan. Namun, apakah kita siap menampungnya? Tidak mungkin gelas plastik digunakan untuk minuman panas, bukan? Gelasnya akan rusak.
Jika Tuhan menunda memberkati kita, yang salah bukan Tuhan. Bisa jadi kita yang bermasalah. Kita belum siap untuk menerima berkat-Nya.
Jadi, ketika hal itu terjadi pada kita, jangan cepat-cepat protes pada-Nya. Bagaimanapun Dia yang paling tahu tentang diri kita. Ketika Dia memutuskan menunda berkat-Nya pada kita, Dia pasti memiliki alasan yang jelas. Siapa tahu ketika Dia menunda, Dia sedang mempersiapkan kita agar ketika berkat-Nya dicurahkan, tidak akan bocor. Karena itu, bersabarlah, jangan memburu-buru Dia. Biarkan Dia melakukan proses-Nya dalam hidup kita, menjadikan kita gelas yang tepat bagi nya.