We Are Creative Design Agency

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Illum, fuga, consectetur sequi consequuntur nisi placeat ullam maiores perferendis. Quod, nihil reiciendis saepe optio libero minus et beatae ipsam reprehenderit sequi.

Find Out More Purchase Theme

Our Services

Lovely Design

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Great Concept

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Development

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

User Friendly

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Praesent feugiat tellus eget libero pretium, sollicitudin feugiat libero.

Read More

Recent Work

Tuesday, 15 March 2022

Yesus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi (Matius 23: 1-12)


Yesus tidak menghendaki orang banyak di korbankan, dijadikan objek tipuan belaka. Yesus tak ingin kepentingan pribadi, prestasi dan prestise, kuasa dan ambisi seseorang pemimpin yang mengorbankan keselamatan banyak orang. Yesus sendiri menggembalakan, memimpin, menuntun orang melalui pemberian diri yang total, melayani dengan rendah hati.


Turuti dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu. Yesus minta para murid-Nya agar mereka cermat dalam menyikapi ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi. Para murid harus berhati-hati karena kedua golongan ini pandai mengajarkan hal-hal baik dan berat tetapi perilaku mereka tidak sejalan dengan pengajaran mereka. Ikuti ajaran mereka tetapi jangan ikuti perilaku mereka.


Kita seringkali mengabaikan ajaran atau nasihat yang bijak karena kita tidak puas dengan perilaku dari para pengajarnya. Kita tidak memanfaatkan secara maksimal serpihan-serpihan kebijaksanaan mereka untuk membangun hidup kita menjadi lebih baik dan bermutu. 


Kita cenderung jatuh dalam keburukan dengan dalih, pejabatnya saja hidupnya begitu. Ketahuilah, disini kepada kita dibebankan dosa ganda, yakni dosa mengabaikan kebenaran atau kebaikan yang kita ketahui dari pejabat dan dosa menghakimi sesama.


Jangan-jangan kita menjadi seperti orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat, hanya pandai berbicara dan mengajarkan kebaikan dan kebenaran kepada sesama tanpa kita sendiri mau melakukannya. 


Terkadang, hidup kita menjadi batu sandungan bagi orang lain untuk membangun kehidupan mereka menjadi lebih bermutu. Kalau kita sendiri mau menjadi pribadi yang bermutu, kita harus selalu mengupayakan keselarasan antara kata dan tindakan. Tuhan menyertai segala usaha dan upaya kita dalam membangun kehidupan yang damai dengan sesama. 


Matius 23:1-12

Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya:

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.

Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya. 


Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya. 


Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. 


Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.


Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.


Matius 23:1-12

Maka berkatalah Yesus kepada orang banyak dan kepada murid-murid-Nya, kata-Nya: Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa.


Sebab itu turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu, tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.

Mereka mengikat beban-beban berat, lalu meletakkannya di atas bahu orang, tetapi mereka sendiri tidak mau menyentuhnya.

Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang;Mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat;mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi.

Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara.

Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga.

Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias.

Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu.

Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.


Farisi

Beberapa kali dalam Injil kita menemukan Yesus memanggil orang-orang Farisi untuk bertobat.  Dia menyebutkan kemunafikan mereka dan mendapati diri-Nya jengkel pada kekerasan hati mereka. Namun, Yesus mengakui otoritas mereka sebagai hamba Taurat yang telah Allah  berikan kepada Musa. Cara hidup merekalah yang memisahkan mereka dari Allah yang mereka layani. Mereka hidup secara tidak otentik. 

Marilah kita mengizinkan Yesus untuk melihat ke dalam jiwa kita untuk mencabut semua kecenderungan kefarisian yang mungkin tersembunyi di dalam diri kita. 


Untuk Dilihat Orang: 

Orang-orang Farisi melakukan pekerjaan mereka untuk dilihat oleh manusia. Kita tahu bahwa untuk dilihat, diketahui, dikenali adalah kebutuhan manusia. Berapa banyak anak yatim piatu, tunawisma, atau orang sakit atau orang yang terpinggirkan berbicara tentang penderitaan mereka? Seberapa banyak mereka mendapat perhatian orang?  Sebagian besar mereka tidak dilihat.  Mereka diabaikan.  Tidak ada tatapan kasih dari orang lain.  Bahkan sebagian besar orang menganggap mereka tidak ada.  

Yesus mengingatkan kita bahwa cukup Bapa saja yang melihat apa yang kita lakukan. Itu sudah cukup.  Melakukan sesuatu demi menghormati manusia yang lain.  Hal itu cukup menyenangkan Tuhan. Agar kita dapat disucikan, marilah kita menyadari bahwa kita berada di bawah tatapan Bapa kita yang melihat segala sesuatu yang tersembunyi (Matius 6:4). 


Tuan dan Hamba: 

Yesus adalah Tuan, dan Dia mengajar kita untuk melayani. Janganlah kita berusaha untuk disebut sebagai tuan, bapa, atau guru, tetapi cukuplah Yesus yang memanggil kita untuk mengikuti-Nya.  Dia yang menyatakan Bapa-Nya kepada kita, adalah Tuan, Guru, dan Bapa kita.  


Kristus sebagai raja memanggil kita untuk mengambil bagian dalam panggilan-Nya untuk melayani. Bagi orang Kristen, 'memerintah berarti melayani Dia,' khususnya ketika kita melayani 'yang miskin dan menderita.


Sebagai pribadi, ada dorongan dalam diri manusia untuk menampilkan diri sebagai perwujudan kemandirian yang berbeda dengan pribadi-pribadi lain. 


Namun, kita tidak boleh melupakan bahwa pribadi manusia adalah gambar Pribadi Allah Tritunggal yang terwujud sebagai pribadi sosial. 


Di hadapan Tuhan, kita adalah milik-Nya dan di antara orang lain kita sepadan dan sesama. 


Sekali pun dalam masyarakat dan Gereja ada kedudukan ataupun jabatan, namun di hadapan Tuhan setiap orang sama dan harus bertindak sebagai sesama umat agar tidak menjadi sandungan bagi orang lain.


Banyak orang memanfaatkan kedudukan demi mendapatkan berbagai kemudahan atau fasilitas. 


Di tengah mentalitas seperti itu, banyak orang tersentak jika ada presiden atau pejabat negara yang tampil *low profile* dan memilih diperlakukan biasa-biasa saja.


Melalui bacaan Injil hari ini sesungguhnya kita diingatkan bahwa sebagai ciptaan Allah, kita tidak dapat melepaskan diri dari Allah. Demikian pula dalam memandang diri kita di antara sesama. 


Di hadapan Tuhan semua manusia adalah sama dan sepadan. Hal ini sangat penting, karena manusia merupakan pribadi yang mandiri yang dapat mengatakan: "Inilah aku dan aku bukan engkau atau dia". 


Karena akibat dosa, kemandirian itu dapat disalahgunakan. Memang harus diakui bahwa setiap pribadi memiliki keunikan, tetapi tidak berarti hanya memiliki kelebihan dari orang lain. 


Setiap orang mempunyai kelebihan dan kekurangan. Dan di hadapan Tuhan kelebihan seseorang tidak berarti berjasa bagi Allah. Setiap orang di hadapan Allah hanyalah hamba yang melaksanakan tugas. 


"Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi, karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapa pun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias".


Memang kenyataannya dalam masyarakat kita istilah atau sebutan-sebutan itu ada, tetapi karena manusia adalah ciptaan Allah, maka semuanya itu kita letakkan pada hubungannya dengan Allah. 


Dalam hal ini, kita dapat mengambil contoh sikap Gereja sendiri terhadap anggotanya. Bahasa hukum Gereja sangat berbeda dengan bahasa hukum masyarakat manusia. 


Apa pun yang diperintahkan Gereja bagi umat, bukan untuk kepentingan diri Gereja, melainkan demi kemuliaan Allah dan keselamatan manusia sendiri dalam Kristus. 


Perintah Gereja bukan yang terbesar, tetapi yang terkecil, agar tidak memberi beban-beban yang memberatkan. Sebagai contoh misalnya kelima peraturan Gereja Katolik yang wajib dilakukan umat Katolik.


Allah tidak berhenti berkarya menyelamatkan manusia sekali pun manusia sudah jatuh ke dalam dosa. Justru karena kasih-Nya tak putus-putusnya Allah menuntun manusia melalui para imam-Nya dengan penuh kesabaran. 


Karena kehendak Allah ialah keselamatan manusia dan hanya Allah yang berhak memberikan keselamatan itu.


Marilah hening sejenak, kita renungkan, siapakah manusia sehingga Allah mengutus Putra Tunggal-Nya untuk menebus manusia dengan penderitaan dan kematian di salib yang begitu hina dan tak terbayangkan beratnya. 

Monday, 14 March 2022

Murah Hatilah Seperti Bapamu Murah Hati. (Lukas, 6:36-38)



Media sosial, tidak jarang kita jumpai orang saling mencerca, memfitnah dan menghakimi. Ujaran kebencian dan hoax pun dengan mudah disebar begitu saja. Ruang untuk sejenak berpikir dan berdiam diri mempertimbangkan baik buruknya sikap-sikap ketergesaan menghakimi hampir tidak dikondisikan. 


Manusia menampilkan diri sebagai homo homoni lupus, serigala bagi sesama. Tanpa banyak berpikir dan introspeksi diri. Ajaran Yesus tentang murah hati dapat dimaknai sebagai seruan untuk mengimplementasikan Hukum Cinta Kasih. Kasihilah Allahmu dengan segenap hati dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.


Kemurahan hati tampak dalam sikap hidup keseharian sebagai penegasan dimensi kemanusiaan kita. Lakukan yang baik dan hindari yang jahat sebagai kaidah dasar moral etis universal dapat menjadi rujukan dalam hidup.


Apakah secara gegabah menghakimi dan mempersalahkan sesama secara subjektif tanpa mendalami esensi persolan dengan baik? Apakah kebiasaan memfitnah dan menjadi penyebar hoax itu termasuk sikap yang terpuji? Tentu saja tidak.


Yesus mengajak kita semua untuk mengembangkan budaya murah hati. Sebab kemurahan hati adalah sikap esensial Yang Ilahi. Dengan sikap murah hati, kasih dan pengampunan diekspresikan bagi sesama. Pemahaman secara obyektif dibangun, sikap bijaksana dalam membaca persoalan dan memperlakukan sesama dihidupi.


Seringkali kita jatuh bangun dalam upaya melakukan pertobatan yang sepenuh hati. Bagi Tuhan hal itu tidak masalah, yang penting mau berusaha untuk bertobat dan dengan rendah hati mau untuk memohon belas kasihan Tuhan.


Sesungguhnya kalau kita mau untuk memahami kalender liturgi Gereja, ada beberapa kali Tuhan memperingatkan kita antara lain masa Adven, masa Pra Paskah, dan sebelum perayaan Ekaristi harian atau mingguan dimulai selalu ada Imam yang bersedia untuk melayani dan menanti kita di kamar pengakuan. 


Semuanya terpulang pada diri kita masing-masing, akankah kita terus menerus memendam dosa yang telah kita perbuat, atau kita mau untuk sejenak meluangkan waktu dan masuk ke kamar pengakuan. 


Kita adalah umat Tuhan yang sangat rentan dengan dosa yang itu-itu saja. Melalui kepanjangan tangan-Nya, yaitu Imam, Tuhan menyediakan Sakramen Tobat bagi kita.


Apakah kita masih akan tetap terjerat dalam dosa atau melakukan pertobatan dan kembali pada Allah?. Semuanya terpulang pada diri pribadi masing-masing, sebab ada orang yang senang berendam dalam lumpur dosa.


Marilah kita hidup di dalam kasih. Hidup di dalam kasih berarti hidup di dalam Allah dan Allah menghendaki kita untuk bermurah hati, santun, lemah lembut, sabar, sederhana, mau memaafkan, mengasihi, tenang dan penuh kedamaian, selalu bersyukur dan memuji Allah, serta bijaksana.


Bagaimana caranya agar kita dapat melaksanakan kehendak Tuhan, kita harus memiliki Niat, maka Allah akan memampukan kita untuk tidak mudah menghakimi, tidak mudah menghukum, dan mau berbagi dengan sesama. 


Sebagaimana sabda-Nya: "Janganlah kamu menghakimi orang lain, maka kamu-pun tidak akan dihakimi. Janganlah kamu menghukum, maka kamu tidak akan dihukum. Ampunilah, maka kamu akan diampuni. Berilah, maka kamu akan diberi". 


Semuanya bermuara dari hati, hati yang tidak menyimpan segala sesuatu yang sifatnya negatif, mau untuk menjaga kebersihannya, mau untuk menjadikannya sebagai kediaman Allah, mau untuk menjadikannya sebagai lentera di dalam menapak hidup, dan mau untuk menjadikannya sebagai panduan hidup.


Roh Kudus akan membantu kita agar memandang sesama kita dengan kasih tanpa praduga buruk, agar kita tidak terlalu cepat menilai orang secara negatif, yang membuat kehidupan bersama terasa tidak enak. 


Sebab, praduga negatif itu akan menjauhkan kita dari kebenaran, karena tidak ada orang yang berbuat salah semata-mata karena mengetahui bahwa perbuatan itu salah, maka ia lakukan. 


Setiap perbuatan, juga perbuatan yang salah, pasti memiliki motivasi yang baik, sekurang-kurangnya motivasi yang netral.


Praduga negatif itu bagaikan balok di mata kita, sedangkan perbuatan salah orang lain itu bagaikan selumbar , sebagaimana dikatakan oleh Kristus. 


Karena itu, kita harus dapat menghilangkan "balok" di mata kita itu terlebih dahulu, agar kita dapat mengambil "selumbar" di mata orang lain. Artinya, dalam membantu sesama memperbaiki kesalahannya. 


Kita harus mengakui bahwa tubuh kita ini adalah sumber kelemahan kita, yang menyebabkan kita meskipun mau melakukan kebaikan, tetapi yang kita lakukan justru yang tidak baik.


Kita harus bersyukur, berkat Kristus, yaitu Allah Putra yang menjadi manusia, tubuh kemanusiaan kita yang lemah itu diangkat ke keilahian-Nya. 


Maka, bila kita menyatu dengan Allah yang mengetahui kedalaman hati setiap orang, terhadap apa yang kita lakukan dalam menilai orang lain, orang bukan hanya melihat perbuatan kita, tetapi terutama melihat karya cinta kasih Allah.  Dengan kita memiliki sikap seperti itu, akan memperteguh dan memperdalam iman kita. 


Seringkali kita menilai orang lain hanya dari satu perbuatan nya yang kita lihat, hal itu karena kita kurang bersekutu dengan Tuhan.


"Janganlah kamu menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamupun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.  (Luk 6:37)


Seringkali sayapun juga masih suka menghakimi orang lain karena saya merasa bahwa hidup saya jauh lebih baik dari mereka, padahal, hidup sayapun tidak jauh beda dengan mereka.


Setelah saya menyadari akan kesalahan diri saya maka saya pun berubah ke, melupakan dan mengasihi walaupun seringkali saya mengalami kegagalan tapi saya terus-menerus berjuang untuk mewujudkannya, tentunya dengan pertolongan Roh Kudus.


Bagaimana dengan diri kita saat ini?

Untuk menjadi pribadi yang murah hati seperti Bapa, kita janganlah mudah untuk menghakimi atau mengadili, melainkan marilah kita memaafkan, memberi dengan tulus hati bahkan menolong dengan sukacita di hati.


Mengapa diri kita ini mudah mencela, menghakimi dan menghukum orang lain? Karena kita lebih banyak melihat kelemahan atau keterbatasan seseorang dan jarang melihat kebaikan dan kelebihan orang lain.


Tuhan itu Murah Hati, Dia tidak memperlakukan kita setimpal dengan dosa kita tetapi Dia selalu siap memberikan pengampunan dan belaskasih.


Biasanya, kita cenderung lebih mudah mengasihi orang-orang yang dikenal atau orang-orang yang memiliki hubungan baik Namun akan sulit untuk mengasihi orang yang tidak memiliki hubungan baik dengan kita. Lebih mudah untuk melihat kekurangan-kekurangan orang lain.Yesus menginginkan kita saling mengasihi, bukan saling menjatuhkan. Lalu bagaimana kita bisa menjadi pribadi yang mengasihi ?


Yaitu dengan menjalin hubungan yang baik dengan orang lain. Kasih yang kita terima dari Allah dalam hidup kita harus dialirkan dan dinyatakan kepada orang lain. Jangan menghakimi dan jangan menghukum, karena ini akan menghasilkan permusuhan, kebencian, dan perpecahan


Menghakimi orang lain tidak memuliakan nama Tuhan, kita tidak menjadi berkat bagi orang lain. Tuhan inginkan dari kita adalah agar mengasihi sesama dan saling mengampuni (37)


Itulah tindakan nyata yang harus kita lakukan terhadap orang lain karena kasih Allah yang telah ada dalam hidup kita. Kalau kita mengasihi maka kita akan dikasihi, kalau kita membenci maka kita akan dibenci


Memang lebih mudah bagi kita untuk menilai orang lain dibanding melihat kedalam diri sendiri. Untuk itu kita perlu membangun diri yang rapuh ini dengan nilai-nilai yang berasal dari kebenaran firman Tuhan


Hanya dengan mengisi diri  dengan firman Tuhan, maka kita dapat membangun diri menjadi lebih baik sehingga  dapat menjadi berkat bagi orang lain. Namun jika tidak, maka kita ibarat orang buta menuntun orang buta


Oleh karena itu penting bagi kita untuk melakukan introspeksi diri. Jangan mudah menunjukkan jari ke wajah orang lain untuk menuding atau menyalahkan, sementara kehidupan kita sesungguhnya tidak jauh berbeda bila dibandingkan dengannya


Kita memerlukan kasih dan kemurahan hati. Kasih dan kemurahan hati bukan hanya untuk didengar dan dibicarakan saja. Kita harus memiliki kasih itu karena kasih merupakan tanda bahwa kita adalah pengikut Tuhan Yesus Kristus yang sejatia sama seperti Bapamu.


Lukas 6:36-38. Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati."" Janganlah kamu menghakimi, maka kamu pun tidak akan dihakimi. Dan janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum; ampunilah dan kamu akan diampuni.


Berilah dan kamu akan diberi: suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu."


Marilah kita Berdoa.

Bapa Surgawi, Engkau menyatakan diri-Mu kepada kami sebagai pemberi anugerah yang penuh belas kasih. Tolonglah kami agar dapat membuka hati untuk menerima rahmat kemurahan hati-Mu. Engkaulah Sang Pemberi berkat dan kehidupan.  Kami bersyukur atas kemurahan hati-Mu. Dan kamipun ingin memberikan hati kami kepada-Mu agar Engkau mengisi hati kami dengan kemurahan-Mu sehingga kami dapat memberikan diri kami kepada orang lain. 


Yesus memulai pengajaran ini dengan ungkapan yang tepat: "....sama seperti..." Dia mengundang kita untuk berbelas kasih, tetapi tidak menurut standar kita sendiri. Dia sendiri adalah standar itu. 


Jelas dari Perjanjian Lama, misalnya, bahwa kita semua terlalu mudah menjadikan diri kita sendiri sebagai standar. Lihatlah perjalanan Umat Pilihan ke Tanah Perjanjian. Mereka terus-menerus terombang-ambing antara mengikuti Tuhan atau mengikuti keinginan dan kehendak sendiri. 


Orang Israel sering mencari dewa-dewa lain selain Allah, yang dapat mereka bentuk sesuai dengan citra mereka sendiri. Bahkan dalam Perjanjian Baru, kita melihat kecenderungan yang sama di antara Dua Belas Rasul. Sepuluh orang murid marah kepada Yakobus dan Yohanes,  bukan karena mereka menginginkan kursi kehormatan di samping Yesus, tetapi karena kedua bersaudara itu memintanya sebelum mereka melakukannya (Markus 10:35). 


Standar yang Yesus berikan mengungkap hal kecenderungan manusiawi kita. Sebab yang sering terjadi, pemahaman kita yang picik menjadi tongkat pengukur. Bukannya tidak  mengikuti kehendak Tuhan. Pengertian dan pemahaman kita yang serba terbatas itu yang menjadi tolok ukur kita.   


Tuhan sendiri adalah ukuran bagi kita. Kita tidak dipanggil untuk mengampuni hanya sekali atau dua kali, tetapi sebagaimana Allah mengampuni kita (Matius 18:21). Kita dipanggil untuk memberi dengan ukuran Tuhan. Kita tidak dipanggil untuk menghakimi orang lain. Tetapi dengan hati yang terbuka dan murah hati memberikan pengampunan dan belas kasih kepada sesama. 


Ketika kita mengetahui dan mengalami bahwa Dia yang layak menghakimi dunia ternyata Dia mengulurkan tangan penuh belas kasih kepada kita.  Ketika kita merasa layak untuk dihukum namun justru sebaliknya Dia memberi pengampunan.  Di saat seperti itu kita dapat berkata bahwa rahmat-Nya tidak hanya layak bagi kita saja. Rahmat-Nya juga layak untuk sesama,  untuk semua manusia.  Sama seperti kita sesama tidak layak menerima penghukuman. 


Sesama kita tidak layak dihakimi.  Sebab segala kebaikan-Nya telah mengalir. Dia telah mencurahkan diri-Nya sendiri dengan pengampunan dan kemurahan. Itu karena Dia penuh kasih.  Bahkan Dia sejatinya adalah kasih.  Semuanya itu membuat kita mampu memberikan cinta yang sama kepada orang lain. Kita perlu mengalami belas kasih dari Tuhan setiap hari. 


Berdoa: 

Yesus, kami menyadari kebutuhan kami akan belas kasih-Mu. Bukalah  hati kami dan biarlah damai sejahtera-Mu menyelimuti  pikiran dan hati kami.  Biarkan kami mengalami tatapan kasih-Mu, kebaikan-Mu, kemurahan hati-Mu.  


Engkau adalah Pemberi  Anugerah.  Dalam Yesus, Engkau curahkan pengampunan dan penebusan. Biarkan kami mengalami kasih-Mu lebih dalam sehingga Engkau dapat menjadikan kami sebagai alat-Mu bagi orang lain. Amin

Tuesday, 1 March 2022

"Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.(Markus, 10-13:16)

(Markus, 10-13:16)


Melalui Sakramen Perkawinan, Allah menghendaki agar persatuan suami-istri adalah persatuan saling membahagiakan satu sama lain, saling memberikan perlindungan yang kokoh, saling memandang satu dengan yang lain sebagai pribadi yang berharga, saling menghadirkan keramahan dan kelembutan, dan saling menghibur di dalam menapak kehidupan.


Sesungguhnya yang diharapkan oleh Tuhan dari kita adalah Semangat Cinta Kasih, Semangat Kesetiaan, dan Semangat Pengampunan. Dalam semangat inilah Allah berharap kita dapat menjaga keluhuran martabat dan kesucian Sakramen Perkawinan. Kasih suami-istri sejati terwujud dalam kelahiran anaknya. 


Kesetiaan Allah kepada suami-istri itu harus merupakan kesetiaan suami-istri kepada anaknya. Anak itu murni, tidak berpikir atau berbuat jahat, belum tahu berpihak, justru sangat membutuhkan kasih dari yang mengadakannya yaitu Allah, bapak dan ibunya. 


Sikap polos, tulus, saling pengertian satu sama lain, tidak mementingkan diri. Seperti anak-anak itulah yang diharapkan Yesus dari kita sebagai pengikut-Nya, khususnya dalam kebersamaan hidup perkawinan dan keluarga.


Selain itu, kita diingatkan akan tanggung jawab dari buah cinta kita yaitu anak-anak, dalam tumbuh kembangnya khususnya tumbuh kembang imannya. Hendaknya anak-anak sejak dini diajak, dibiasakan untuk mengikuti perayaan Ekaristi. 


Memang bukan hal yang mudah mengajak anak-anak untuk duduk dan diam di Gereja. Seringkali kita terganggu kalau ada anak-anak berlari-larian, ribut atau menangis di Gereja. Dengan segala kejengkelan kita menatap orang tua anak itu. 


Padahal, Yesus dengan kedua belah tangan-Nya terbuka menerima anak-anak, sebagaimana sabda-Nya: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Surga. Barangsiapa menerima anak-anak dengan kasih, dia telah menerima Kerajaan Allah. 


Kerajaan Allah itu adalah suatu suasana hidup yang dipimpin dan dikuasai oleh Allah. Yesus membawa Kerajaan Allah itu dengan memeluk anak-anak, memberikan berkat bagi mereka.


Sebagai orang tua hendaknya kita mencari cara untuk membuat anak-anak merasa nyaman di rumah Tuhan. Pernah di suatu Gereja, saya melihat anak-anak membawa persembahan hasil karyanya, membawa gambar buatannya dengan apa adanya tanpa merasa khawatir dicela karena mungkin gambarnya jelek. 


Pokoknya mereka membawa hasil karyanya dengan antusias, dengan riang hati. Sesudah komuni, bagi anak-anak yang belum menyambut komuni mereka maju bergiliran untuk diberkati / "komuni batuk/dahi" oleh Romo. 


Mereka menyambutnya dengan ekspresi kegembiraan, dengan riang hati anak-anak itu berlari agar tidak ketinggalan mendapatkan berkat Kristus "Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya di atas mereka, Ia memberkati mereka". Apa yang dilakukan oleh Yesus adalah merupan cinta-Nya dan sebagai bukti bahwa Allah teramat sangat menyayangi dan mencintai anak-anak.


Yesus memarahi para murid karena menghalangi anak-anak yang datang kepada-Nya. Biarkanlah anak-anak itu datang kepada-Ku. Jangan menghalang-halangi mereka. Sebab orang-orang seperti itulah yang empuya Kerajaan Allah. 


Kedatangan anak kecil menjadi sukacita bagi Yesus tetapi justru kekhawatiran bagi para murid karena akan menghalangi Yesus dalam berkarya. Peristiwa ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk mengajar para murid sekaligus menyingkapkan tentang siapa yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah.


Saya selalu terkesan mendengar kata anak kecil. Semua orang pernah menjadi anak kecil. Bahkan mereka yang sudah lanjut usia terkadang cenderung memiliki atau akan kembali ke sifat anak kecil lagi. Tak dipungkiri, inilah siklus hidup yang terjadi dan dialami hampir setiap orang. 


Ketika beranjak remaja lalu tumbuh dewasa dan lanjut usia, terkadang kita memiliki kerinduan ingin memiliki mata seorang anak kecil. Mereka yang melihat dunia tanpa kepahitan, yang melompat girang di taman rumput dan yang bertanya tentang hal-hal kecil dengan rasa penuh ingin tahunya. 


Anak kecil bahagia bukan karena punya harta yang melimpah tetapi karena teman yang banyak, yang bisa diajak untuk berbagi canda dan tawa. Dibalik itu, kualitas seperti anak kecil yang jujur, tulus, polos, ceria dan bahagia inilah yang dibutuhkan saat ini. Mari kita belajar dari seorang anak kecil yang kedatangannya selalu membawa penghiburan dan sukacita. 


Lalu orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus, supaya Ia menjamah mereka; akan tetapi murid-murid-Nya memarahi orang-orang itu.


Ketika Yesus melihat hal itu, Ia marah dan berkata kepada mereka: "Biarkan anak-anak itu datang kepada-Ku, jangan menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah.


Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya." Lalu Ia memeluk anak-anak itu dan sambil meletakkan tangan-Nya atas mereka Ia memberkati mereka. 


Yesus, ketika kami datang ke hadapan-Mu hari ini, kami membayangkan diri kami sebagai seorang anak kecil. Kami melihat-Mu tersenyum pada kami saat kami berjalan untuk menerima pelukan-Mu. Kami sungguh bersyukur atas hidup kami. Kami bersyukur sebab kami bisa datang kepada-Mu sebagai seorang anak. 


Mencintai-Mu bukan karena kami tahu tentang Engkau. Namun karena kami percaya dan berserah kepada-Mu.  Karena kami percaya bahwa Engkau mencintai kami apa adanya.  Ajari kami,  Tuhan, untuk datang kepada-Mu dalam kesederhanaan kami, seperti anak kecil. Amin


1. Biarkan Anak-anak Datang kepada-Ku:  Di seluruh Injil, kita mendengar orang-orang membawa anak-anak mereka kepada Yesus untuk disembuhkan, tetapi dalam kasus ini, tampaknya orang-orang membawa anak-anak mereka kepada Yesus hanya agar anak-anak dapat bertemu dan Yesus. 


 Mereka tidak meminta apa pun kecuali agar anak-anak mereka dekat dengan Yesus dan disentuh oleh-Nya. Mereka ingin anak-anak mereka mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus. Kita dapat membayangkan bahwa, setelah Yesus dengan marah menyuruh para murid untuk membiarkan anak-anak datang kepada-Nya, Dia tersenyum kepada anak-anak itu. Kita bisa melihat-Nya meletakkan tangan lembut di kepala mereka.


 Mungkin kita bahkan bisa membayangkan Dia menggendong mereka satu persatu sambil tertawa. Yesus senang berada bersama anak-anak. Dia ingin bertemu dengan anak-anak kita dengan cara yang sama—dan agar mereka dapat mempercayai Yesus dan diberkati.  Seberapa setiakah kita dalam membawa anak-anak kita kepada Kristus? Apakah mereka dibaptis? Bagaimana dengan cucu, keponakan,  anak teman kita? Apakah kita meminta Yesus untuk memberkati mereka? Bagaimana kehidupan rumah tangga dan keluarga kita dibentuk oleh iman kita? 


2. Kerajaan Milik Orang-Orang Seperti Ini: 

Ketika Yesus berkata bahwa Kerajaan itu milik “orang-orang seperti ini”, kita perlu mempertimbangkan karakteristik anak kecil: kerentanan, kepercayaan, ketergantungan, rasa ingin tahu, dan kemauan untuk percaya.


 Anak-anak juga sering sangat gigih, pemaaf, murah hati, penyayang, dan sederhana. Karakteristik ini kontras dengan apa yang kita lihat pada seseorang yang belum dewasa: egois, suka menuntut, mudah bosan, mudah marah. Yesus meminta kita untuk menjadi seperti anak kecil, bukan kekanak-kanakan.


3. Seperti Anak Kecil:  

Ketika kita menjadi seperti anak kecil, kita mempercayai Bapa kita untuk memberikan apa yang terbaik bagi kita. Kita memohon  bantuan-Nya dengan semua kebutuhan kita. Kita mengharapkan Dia untuk penghiburan dan dorongan. Ketika kita seperti anak kecil, kita rendah hati. Kita tahu kita kecil dan lemah namun memiliki Bapa yang pemurah.  Kita tahu kita juga dipanggil untuk tumbuh. 


Kita tumbuh ketika kita tekun dalam ibadah dan Pemahaman Alkitab serta Sarasehan.  Kita bertumbuh ketika kita mau berbagi perjalanan spiritual kita dengan teman-teman, ketika kita dapat membuka diri terhadap pembimbing spiritual yang baik. Kita tahu bahwa kita membutuhkan bantuan Tuhan dan orang lain untuk tumbuh menjadi orang suci yang Dia inginkan.


Marilah  Kita  Berdoa: 

Tuhan, sepertinya mudah untuk menjadi seperti anak kecil, tetapi ada begitu banyak rintangan. Alih-alih menghabiskan waktu dengan-Mu dalam kesempatan ibadah dan pertemuan gerejawi.  Kami sering puas mencari kesenangan kami sendiri.  Meski Engkau tahu setiap pikiran, perkataan, dan perbuatan dalam hidup kami,  terkadang kami berusaha menghindar untuk membawa hal-hal yang terjadi ke hadapan-Mu.  


Kami sering menolak bergantung dan meminta bantuan. Tuhan, bagaimana bisa begitu sulit untuk berserah dan menjadi kecil? Namun kami terhibur ketika kami mengetahui bahwa Engkau selalu membuka tangan-Mu untuk menerima kami.  Dan Engkau akan tersenyum pada kami dan memberi kami kekuatan untuk memulai yang baru setiap hari. Terima kasih, Tuhan, atas kesabaran-Mu yang tiada habisnya, dan atas kasih-Mu yang tak bersyarat. Amin

Friday, 25 February 2022

Tentang Perceraian Suami Istri. !?Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia." (Markus 10:1-12)




Pada suatu hari Yesus berangkat ke daerah Yudea  dan ke daerah seberang sungai Yordan.  Di situ orang banyak datang mengerumuni Dia, dan seperti biasa Yesus mengajar mereka. 


Maka datanglah orang-orang Farisi hendak mencobai Yesus. Mereka bertanya, "Bolehkah seorang suami menceraikan isterinya?" Tetapi Yesus menjawab kepada mereka, 


"Apa perintah Musa kepada kamu?" Mereka menjawab,  "Musa memberi izin untuk menceraikannya  dengan membuat surat cerai."


Lalu Yesus berkata kepada mereka, "Karena ketegaran hatimulah Musa menulis perintah itu untukmu. Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka pria dan wanita;  karena itu pria meninggalkan ibu bapanya  dan bersatu dengan isterinya. Keduanya lalu menjadi satu daging.  Mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah,  janganlah diceraikan manusia."


Setelah mereka tiba di rumah, para murid bertanya pula tentang hal itu kepada Yesus. Lalu Yesus berkata kepada mereka,  "Barangsiapa menceraikan isterinya  lalu kawin dengan wanita lain,  ia hidup dalam perzinahan terhadap isterinya itu. Dan jika isteri menceraikan suaminya lalu kawin dengan pria lain,  ia berbuat zinah.


Apa yang dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia. Jelas bahwa Allah pada rencana awal penciptaanNya menghendaki agar manusia hanya memiliki satu suami atau satu istri.


Gereja sendiri memiliki aturan dengan berlandaskan kitab suci yang melarang keras soal perceraian. Dalam bacaan injil tersebut pun Yesus menjawab para orang Farisi itu yang hendak mencobaNya tentang perceraian.


Tujuan awal orang Farisi itu adalah ingin mencobai Yesus dengan melontarkan pertanyaan soal perceraian. Dimana dalam perjanjian lama Musa sendiri tidak melarang mereka untuk menceraikan pasangan hidup mereka.


Namun, apa kata dan jawaban Yesus atas pertanyaan mereka itu, yakni bahwa Musa melakukan itu karena ketegaran hati bangsa Israel. Mereka mencobai Yesus dengan mengandalkan izin Musa untuk bisa menceraikan pasangannya. Namun hal itu tentu ada pendasarannya yang mana bangsa pilihan Allah itu serakah dan congkak hatinya saat itu.


Tuhan Yesus sendiri melawan daan melarang keras setiap perceraian dari pihak istri maupun dari pihak suami, juga apabila ada perzinahan. Yesus dengan tegas mengajarkan bahwa kesatuan perkawinan antara suami dan istri tidak terceraikan.


Nah, inilah pengajaran yang dipegang oleh Gereja Katolik sampai hari ini, yaitu bahwa jika perkawinan yang dilakukan itu sah (dalam artian tidak ada cacat konsensus, tidak ada halangan pernikahan; dan perkawinan itu dilakukan sesuai dengan ketentuan kanonik), maka  jika suatu saat kedua pihak memutuskan untuk berpisah, mereka tidak dapat menikah lagi.


Laki-laki dan perempuan diciptakan untuk saling melengkapi. Bukan untuk saling mengalahkan atau mengunggulkan. Karena pengaruh kebudayaan dan adat di masing-masing suku dan bangsa, maka banyak di antara bangsa, yang menjadikan laki-laki dan perempuan menjadi ber'kelas' ada yang lebih tinggi dan ada yang lebih rendah.


Yesus menegaskan bahwa dari awal dunia Allah sudah menjadikan laki-laki dan perempuan, untuk saling melengkapi, saling menolong. Bukan saling mengalahkan, menyakiti atau saling tidak hormat dan tidak sopan. Laki-laki dan perempuan sama-sama diciptakan oleh Allah. Bermartabat yang sama. Yang seorang tidak menjadi tuan bagi yang lainnya.


Untuk itu, mari mulai sekarang kita juga selalu memberi penyadaran pada diri kita, pada anak-anak kita, pada orang-orang di sekitar kita, untuk saling bisa menghormati dan menghargai antara laki-laki dan perempuan, karena memang Allah menjadikan laki-laki dan perempuan untuk menjadi partner hidup, saling mencintai, saling melayani, saling menghormati dan saling menghargai.


Renungan Untuk kita Umat Tuhan.

Sesungguhnyalah, setiap orang tidak menghendaki perceraian. Pada umumnya, perceraian terjadi karena adanya salah paham dan kurang adanya saling pengertian. Perceraian bukanlah solusi yang terbaik. Karena perceraian niscaya akan meninggalkan luka-luka dalam hati pasangan suami istri terutama bagi anak-anak yang akan sangat terasa pahit dan getir.


Dalam bacaan Injil hari ini kita mendapati bahwa orang-orang Farisi yang datang kepada Tuhan Yesus mengajukan pertanyaan tentang perceraian. Sudah tentu, pertanyaan orang-orang Farisi itu membuat Tuhan Yesus memberikan didikan dan ajaran kepada mereka, bahwa apa yang sudah dipersatukan oleh Allah tidak boleh diceraikan oleh manusia.


Tuhan Yesus menyatakan bahwa sejak dari mulanya, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan. Laki-laki kemudian meninggalkan ayahnya dan ibunya untuk menjadi satu dengan isterinya. Karenanya, Tuhan Yesus menegaskan bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.


Lalu, barang siapa menceraikan isterinya dan kawin dengan perempuan lain, maka ia hidup dalam perzinahan. Dan apabila isteri menceraikan suaminya, lalu menikah dengan laki-laki lain, maka ia berzinah dengan suaminya itu.


Berbahagialah kita dan semua peribadi di antara kita yang percaya bahwa apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia dan setia membangun keluarga yang saling memahami, saling mengerti, saling mengasihi, bahagia dan damai sejahtera. karena dia sudah lebih dahulu mempersatukan kita dengan Diri-Nya dan kita dengan Allah Bapa dengan kelimpahan kasih karunia-Nya yang tidak berkesudahan.


Berbahagialah kita, para suami dan para isteri, dan semua pribadi di antara kita yang tidak menceraikan isteri atau suaminya dan tidak menikah lagi dengan perempuan lain atau laki-laki lain, serta tetap setia membangun keluarga yang rukun, bahagia, sukacita dan damai sejahtera. Karena Dia sudah menyediakan bagi kita bagian hidup kekal yang penuh sukacita dan damai sejahtera bersama dengan Allah Bapa yang bertakhta di surga.


Yesus menegaskan bahwa perkawinan tidak dapat di ceraikan,sebab itu adalah kehendak Allah dari semula.Musa mengizinkan perceraian karena ketegaran hati mereka.Ketegaran hati inilah yang menyebabkan rusaknya ikatan sakral cintakasih pria,wanita dan Allah.


Perceraian dalam dunia sekarang ini sangat lumrah terjadi mulai dari masyarakat tingkat bawah,sampai masyarakat tingkat atas.Entah masalah ekonomi,perselingkuhan,kurangnya komunikasi antara kedua belah pihak dan banyak lagi masalah yang di hadapi dalam hidup berumah tangga.


 Yesus bersikap tegas merujuk kepada awal mula penciptaan dengan mengatakan,"Apa yang dipersatukan oleh Allah,janganlah diceraikan oleh manusia."Jika seorang menceraikan pasangannya dan kawin lagi,maka mereka hidup dalam perzinahan.


Karena adanya perceraian merupakan tanda kegagalan manusia memahami makna cinta sejati dan belum dewasanya pribadi seseorang dalam memulai hidup baru.


Santo Yohanes mengatakan pentingnya sebuah hubungam pribadi dengan Yesus dalam hidup berkeluarga,karena segala kerapuhan,kekurangan pasangan dan ketidaksempurnaan keluarga akan di lengkapi Tuhan.


Karena Relasi Cinta itu di dasarkan pada relasi Bapa,Putra dan Roh Kudus yang saling percaya.Jadi dalam hidup berumahtangga itu,bukan hal yang gampang/mudah dan bukan hanya menerima kesenangan-kesenangan saja tetapi juga harus bisa menerima kesusahan dan berani berkurban untuk saling menerima kekurangan dan kelebihan pasangannya.


Keluarga adalah Domus Ecclesia, Gereja kecil yang hadir dalam masyarakat. Dalam lembaga keluarga, nilai persatuan, kasih, penghormatan, harmonitas, dialog, kejujuran, spiritualitas dan solidaritas hidup bersama dibangun.


Keluarga yang hidup dalam kasih dan spirit merawat hubungan dengan Tuhan menghadirkan kegembiraan, karakter Kristianitas dan pengharapan tentang masa depan yang bermutu dan bahagia.


Dewasa ini kita dihadapkan dengan kenyataan baru yang menggelisahkan dan menantang. Pertama, adanya pergeseran nilai persatuan dan keutuhan dengan alasan-alasan yang rasional. Demi efesiensi dan distribusi peran. Bahkan dengan hati tegar manusia selalu ingin memisahkan diri dengan Tuhan dan sesama. Kedua, ada kecenderungan individual yang ingin menang sendiri dan mendominasi sesama dan lingkungan. Ketiga, manusia dihadapkan dengan aneka godaan dan tawaran-tawaran material yang semu dan sesaat.


Sementara itu melemahnya budaya dialog dan spiritualitas sebagai hal yang indah dan meneguhkan. Doa dan dialog penuh kasih sebagai kekuatan dalam mengelola berbagai pergumulan hidup terabaikan.


Terhadap kenyataan dan tendensi ini kiranya kita sebagai orang beriman dapat belajar merawat keutuhan dan harmonitas keluarga dengan membangun spiritualitas kerohanian hidup dan dialog kebersaamaan yang intens.


Selanjutnya keluarga-keluarga hendaknya menyadari diri sebagai Domus Ecclesia yang hadir untuk mempersiapkan generasi berkualitas bagi gereja dan bangsa.


Keluarga yang bahagia dan harmonis karena menghidupkan nilai-nilai Iman, harap dan kasih senantiasa memaknai kasih setia yang sejati dalam keluarga sebagai seminari dalam mentrasfer nilai-nilai iman bagi anak-anak yang dititipkan Tuhan.


Hari ini dan seterusnya keluarga-keluarga mampu merawat dan mempertahankan keutuhan dan persatuan hidup dengan menjujung tinggi nasehat Yesus, yang dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia.


Diatas semuanya itu kita seyogyanya sadar bahwa ketegaran hati dan kesombongan individual yang menjadi formula umum perpecahan dalam aneka bidang kehidupan, termasuk dalam lembaga keluarga. Kita pantas waspada dan berjaga-jaga.


Semoga kita selalu terbuka untuk merefleksikan dan memperbaharui hidup dalam terang kasih yang menyatukan, menyempurnakan dan meneguhkan satu sama lain. 


Marilah berdoa.

Ya Tuhan jagalah kesucian cinta kami dan komitmen kami kepada-Mu dalam janji suci pernikahan kami, semoga dalam mengarungi hidup berumah tangga, kami senantiasa saling mencintai dan tetap saling setia satu sama lain sampai maut memisahkan kami, amin.

Menjadi Haram Dan Terang Dunia.“Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.” Markus 9:41-50



Pada suatu hari berkatalah Yesus kepada murid-murid-Nya, “Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya.”


 “Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya lalu ia dibuang ke dalam laut. Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung dari pada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; (di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.)


Jika kakimu menyesatkan engkau, penggallah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang, dari pada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka; (di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam.) 


Dan jika matamu menyesatkan engkau, cungkillah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam Kerajaan Allah dengan bermata satu dari pada dengan bermata dua dicampakkan ke dalam neraka, di mana ulat-ulat bangkai tidak mati dan api tidak padam. Karena setiap orang akan digarami dengan api. 


Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain.”


Sebagai murid Kristus, kita dianugerai contoh atau pola hidup penuh kasih oleh Tuhan. Hidup ini adalah anugerah atau pemberian cuma-cuma dari Allah. Tugas dan panggilan hidup kita adalah saling memberi. Wujud pemberian yang paling sederhana dan bisa dilakukan oleh setiap orang adalah memberi perhatian, doa, dan pertolongan yang dilandasi kasih yang tulus. Memberi tidak membuat orang akan  rugi. 


Pemberian yang tulus tidak pernah sia-sia. Orang yang memiliki kebiasaan memberi  tidak mudah merugikan dan menyesatkan orang lain. Semoga kita selalu yakin dan tidak ragu-ragu untuk selalu salibg memberi dengan murah hati.  Salam sehat dan bahagia. 


Kebenaran sejati itu bersifat rohani yang tidak dapat kita tangkap dengan pancaindra. Segala sesuatu di dunia ini dapat berdaya guna bagi manusia yang harus membangun dirinya sesuai kehendak Allah yang menciptakan, tetapi segala sesuatu itu dapat juga menyesatkan karena manusia sebagai pribadi yang berdaulat demi pengembangan dirinya dilimpahi wewenang mengelolanya. Namun cara mengelola itu harus sesuai dengan kehendak Sang Pencipta dan bukan atas kehendaknya sendiri.


Aku berkata kepadamu: "Sesungguhnya barangsiapa memberi kamu minum secangkir air oleh karena kamu adalah pengikut Kristus, ia tidak akan kehilangan upahnya. Barangsiapa menyesatkan salah satu dari anak-anak kecil yang percaya ini, lebih baik baginya jika sebuah batu kilangan diikatkan pada lehernya, lalu ia dibuang ke dalam laut. 


Dan jika tanganmu menyesatkan engkau, penggalah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan tangan kudung daripada dengan utuh kedua tanganmu dibuang ke dalam neraka, ke dalam api yang tak terpadamkan; di tempat itu ulatnya tidak akan mati, dan apinya tidak akan padam. Dan jika kakimu menyesatkan engkau, penggalah, karena lebih baik engkau masuk ke dalam hidup dengan timpang daripada dengan utuh kedua kakimu dicampakkan ke dalam neraka".


Kalau kita berusaha memahami dengan lebih mendalam, bukan hanya orang yang dapat menyesatkan orang lain dan anggota tubuhnya dapat menyesatkan pemiliknya, tetapi kekayaan duniawi itu juga dapat menyesatkan manusia. Justru hal ini juga dikatakan oleh Kristus sendiri dengan cukup tegas. 


Sebab kelekatan pada kekayaan yang memang memberi kesenangan, kemudahan, kepuasan dan kemapanan hidup di dunia ini mudah membuat manusia merasa tidak membutuhkan orang lain terutama Tuhan, yang sekali pun belum pernah dilihatnya, apalagi janji-Nya masih nanti dan tidak terbayangkan. Dan begitu meninggalkan Allah, berbagai tindak kejahatan demi untuk melindungi kekayaan dan dirinya akan mudah dilakukan, segala hal yang sifatnya negatif mudah muncul dari hatinya.


Selain itu, tidak kalah pentingnya manusia memperhatikan bahwa orang dapat disesatkan karena sikap eksklusif yang membanggakan kelompoknya sendiri sebagai yang paling baik dan paling benar sehingga merasa yang paling dicintai oleh Allah. Dikatakan "tidak kalah penting", karena biasanya penyesatan itu tidak disadari. Misalnya: ingin membela Allah dengan cara berpikir dan bertindak manusia yang tidak sesuai dengan kehendak Allah.


 Sikap eksklusif itu mudah menimbulkan iri hati, misalnya apabila ada orang dari luar kelompoknya yang dapat melakukan hal yang sama dengan kelompoknya kemudian menganggap saingan dan harus disingkirkan demi popularitas kelompoknya.


Garam memang baik, tetapi jika garam menjadi hambar, dengan apakah kamu mengasinkannya? Hendaklah kamu selalu mempunyai garam dalam dirimu dan selalu hidup berdamai yang seorang dengan yang lain."


Tuhan, Engkau  datang ke bumi sebagai Penebus dan Juruselamat untuk menunjukkan kepada kami bagaimana kami harus hidup. Engkau adalah Kebenaran. Meskipun ada banyak gangguan dan godaan di dunia, kami tahu bahwa kebahagiaan sejati kami terletak pada sikap percaya dan mempercayakan hidup kami kepada semua yang Engkau kehendaki bagi hidup kami.  


1. Secangkir Air: 

Memang air sangat penting untuk kehidupan. Akan tetapi memberi seseorang secangkir air tampaknya merupakan hal yanh kecil dan sepele.  Bagi kebanyakan dari kita memang begitu. Kita diberkati bumi pertiwi yang melimpah air minum.  


Dulu di setiap rumah selalu diletakkan kendi untuk siapapun yang kehausan yang kebetulan lewat di depan rumah.  Namun bagi sebagian orang di tempat yang lain,  air sangat langka dan berharga. Berbagi secangkir air dalam keadaan seperti itu mengingatkan kita pada janda miskin yang “mempersembahkan seluruh penghidupannya” 


Meskipun kita memiliki banyak air, kebanyakan dari kita tidak merasa bahwa kita memiliki banyak waktu dan kepedulian untuk sesama. Jika kita diminta untuk menyerahkan waktu atau tenaga kita, itu bisa terasa seperti pengorbanan yang terlalu besar. 


Namun tindakan sederhana seperti pemberian secangkir air kepada seseorang yang membutuhkan itu sangat menolong.  Demikian pula saat kita memberikan waktu dan kepedulian kita dalam pelayanan di gereja atau di masyarakat,  sudah bisa dipastikan kita dapat mendatangkan kebaikan.  


2. Batu sandungan:  

Dalam Kejadian 4:9, “Tuhan bertanya kepada Kain, 'Di mana saudaramu Habel?' Dia menjawab, 'Saya tidak tahu. Apakah aku penjaga saudaraku?'” Dalam Injil Lukas, “ahli taurat… ingin membenarkan dirinya sendiri dan bertanya kepada Yesus, 'Siapakah sesamaku manusia?'” (Lukas 10:25, 29). Kedua bagian itu menunjukkan sikap keengganan untuk bertanggung jawab atas orang lain. 


Kita semua dipanggil untuk melayani dengan murah hati dalam penggunaan waktu dan tenaga kita untuk melayani orang lain.  Ketika kita enggan seperti Kain atau ahli taurat jelas hidup kita bertentangan dengan kehendak Allah bagi hidup kita.  Kita dapat menjadi batu sandungan bagi sesama kita. 


3. Jika Garam Telah Kehilangan Rasa Asinnya.

Hidup bersama kita dimaksudkan untuk saling mendorong dan menarik orang lain kepada kehendak Allah.   Apa yang terjadi ketika iman kita menjadi suam-suam kuku? Ketika kita kehilangan pengaruh positif yang seharusnya kita miliki terhadap orang-orang di sekitar kita. Hal itu secara bertahap dapat menjadikan kita tidak peka terhadap dosa dalam kehidupan kita sendiri. 


Kesetiaan kita kepada Kristus berarti kesediaan untuk rela mengorbankan apa pun untuk kebaikan dan kebahagiaan sesama.  Dan dengan berbagi kitapun merasa bahagia.  Keengganan kita untuk peduli kepada sesama terjadi karena kita salah memakai kehendak bebas kita.  Kita abai dari rasa tanggung jawab untuk menjadi penjaga.  Hidup kita harus saling menjaga. 


Marilah  Kita. Berdoa: 

Tuhan Yesus. Perintah-Mu untuk mengasihi sesama seperti diri kami sendiri lebih dari sekedar bersikap baik agar kami dikenal baik hati. Dalam Injil hari ini Engkau menunjukkan betapa seriusnya kami harus menjalani kehidupan ini. Engkau memanggil kami untuk menginginkan hidup yang kekal bagi kami dan bagi saudara-saudari kami.  Beri hikmat dan berkat-Mu.  Agar hidup kami dapat saling menjaga dan melayani. 

Wednesday, 23 February 2022

Kata Yohanes kepada Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita." Tetapi kata Yesus: "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.(Markus 9: 38-40)



Sabda Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk menjadi orang yang bijaksana, sebagaimana sabda-Nya: "Jangan kamu cegah dia, sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita". 


Bukanlah hal yang mudah untuk memiliki sikap bijaksana, karena sikap bijaksana adalah merupakan rahmat Allah. Tidak semua pemimpin adalah juga seorang pamong, namun seorang pamong sudah tentu adalah seorang pemimpin. Mengapa demikian, karena seorang pamong senantiasa mengandalkan suara Tuhan yang muncul dari lubuk hatinya dalam setiap pengambilan keputusannya. 


Sehingga keputusan yang bijak akan menimbulkan keyakinan bahwa kebijaksanaannya dapat dipercaya karena untuk kepentingan orang banyak. Kita ini manusia lemah yang seringkali dikendalikan oleh hawa nafsu yang saling berjuang dalam tubuh kita. Hawa nafsu akan menggiring kita untuk selalu mengedepankan kepentingan diri kita sendiri, kesombongan, dan yang paling parah adalah mejadikan keakuannya sebagai Tuhan di dalam hatinya. 


Secara tidak langsung hal ini adalah merupakan godaan untuk menyingkirkan Tuhan dari kehidupannya. Sungguh memprihatinkan karena banyak orang tidak menyadarinya. Karena itu Yakobus dalam suratnya berkata: "Karena itu, tunduklah kepada Allah, dan lawanlah iblis, maka ia akan lari dari padamu". Untuk melawan kuasa iblis dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. 


Namun, dengan belajar menjadi orang yang memiliki semangat kerendahan hati dan tiada hentinya berdoa memohon agar roh kebijaksanaan dicurahkan ke dalam hati kita, maka kita akan dimampukan untuk menjadi orang yang bijaksana.


Yesus menghargai manusia berdasarkan perbuatan-perbuatannya, "siapa yang tidak melawan, ada di pihak kita". Manusia bijaksana adalah yang selalu mau mempertimbangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi sesama. 


Kata Yohanes kepada Yesus: "Guru, kami lihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita." Tetapi kata Yesus: "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.


"Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di oihak kita," begitulah ayat emas dari pelita sabda hari ini. Jawaban Yesus kepada para murid ini merupakan rangkuman dari ajaran-Nya, terutama dalam relasi dengan sesama. 


Sudah sejak.awal Yesus mengajarkan kepada para murid agar tidak manjadi ekslusif alias menutup diri terhadap kelompok lain, agama lain, ras lain  atau kelompok lain. Kita harus mengembangkan sikap terbuka terhadap sesama atau pihak lain, terutama yang memiliki kehendak baik dan mengajarkan kebaikan.


Inilah yang disebut membangun persaudaraan sejati dengan siapa pun. Perbedaan tidak boleh menghalangi kebersamaan. Berbeda tidak berarti harus saling berhadapan dan berlawanan. 


Pelita sabda hari ini menegaskan bagaimana Yesus sangat menghargai orang-orang lain yang mengadakan pengusiran setan demi nama-Nya. Ketika para murid berusaha mengahalang-halangi mereka, Tuhan justru berkata "Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita." 


Tuhan mengajarkan sikap menghargai orang lain dengan segala perbuatan dan karyanya jika itu memang baik. Bersama itu juga sejatinya Yesus mengajarkan kepada kita bagaimana harus bersikap terbuka terhadap sesama. Itulah artinya hidup bersesama. Tetap semangat dan berkah Dalem.


Mencintai kesabaran adalah salah satu tindakan menghargai sebuah proses menuju sebuah tujuan. Lewat proses itu kita mampu untuk bertanggung jawab terhadap setiap capaian yang hendak kita raih. Dengan kata lain, proses senantiasa memiliki dua nilai penting, yaitu kesabaran dan tanggung jawab. 


Akan tetapi banyak orang atau kita sendiri berusaha menuju sebuah target tanpa melalui proses. Pada saat itulah, nilai kesabaran menjadi hilang sehingga pemahaman akan sebuah tanggung jawab hanyalah pemahaman yang dangkal.


Hari ini kita diajak untuk mencintai kebijaksanaan. Melalui apa? Banyak hal telah disediakan Tuhan agar kita mampu menemukannya dengan mudah. Akan tetapi, pernahkah kita menyadari rahmat Tuhan itu? Misalkan ketika hendak berangkat bekerja, apakah kita menyadari bahwa perjalanan yang kita lalui bisa selamat karena penyertaan Tuhan? Atau sudahkah kita bersyukur untuk hari baru yang telah di anugerahkan Tuhan kepada kita? 


Kebijaksanaan tidak menuntut hal yang besar dan muluk-muluk. Cukup dengan hening sejenak dan mensyukuri rahmat Tuhan pada hari ini, maka kita akan mampu mencicipi sukacita karena kesederhanaan kita dalam bertindak. 


Syukuri apa yang telah kita terima. Mulai dari yang kecil, maka kita akan tahu rasa syukur yang muncul dari proses kesabaran dan tanggung jawab. Di situlah kebijaksanaan kita akan bertumbuh dan mendewasakan kita.


Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita. Mari kita bekerja sama dengan semua orang yang berkehendak baik dan demi kebaikan kita semua. Ingatlah bahwa kemuliaan Tuhan dan berkat-Nya yang kekal akan menjadi milik kita, jika kita mampu bertahan dan menang melewati momen yang penuh tantangan ini.


“Jangan kalian cegah dia! Sebab tak seorang pun yang telah mengadakan mujizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia memihak kita.”


Renungan Untuk kita Semua Umat TUHAN.

Untuk apa iri hati dan merasa terancam dengan kebaikan yang dilakukan oleh orang lain? Pada saat kita iri hati pada kelebihan teman, kesuksesan sesama, dan kebaikan yang mereka tunjukkan, pada saat itu kita menunjukkan kelemahan kita. Seharusnya, kelebihan dan kebaikan yang dilakukan oleh sesama menjadi motivasi untuk melakukan hal yang sama atau pun menciptakan suasana hidup yang persis sama. 


Tuhan Yesus mengingatkan para murid-Nya tentang reaksi mereka kepada seorang yang melakukan mujizat dalam nama-Nya. Dalam peringatan-Nya, Tuhan Yesus menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan kebaikan dalam Nama-Nya, tidak melawan Dia, tetapi memihak Dia. 


Pada satu satu sisi, Tuhan Yesus mengingatkan kita bahwa menjadi pengikut-Nya bukan berpihak satu orang atau pun sekelompok orang. Pada sisi lain, nilai kebaikan Tuhan berlaku untuk semua orang dan dapat dilakukan oleh siapa saja yang berniat baik. Jadi, tak boleh merasa risih, iri hati, atau pun terancam dengan kebaikan dan kesuksesan sesama. 


Kecenderungan eksklusivisme semakin terasa dalam kehidupan kita sekarang ini, dan orang semakin mudah melakukan diskriminasi terhadap sesamanya. Berbagai macam alasan dan latar belakang digunakan untuk menolak orang yang tidak sepaham atau tidak menerima pendapat kita. Jikalau perlu mereka dihancurkan.


Godaan eksklusivisme seperti itu juga terjadi di kalangan para murid Yesus. Salah seorang murid, yaitu Yohanes, datang kepada Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami melihat seorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu. Lalu kami cegah orang itu, karena ia bukan pengikut kita". Ternyata yang dipikirkan Yohanes itu tidak benar di mata Gurunya.


Sabda Tuhan hari ini mengajarkan kita untuk menjadi orang yang bijaksana, sebagaimana sabda-Nya: "Jangan kamu cegah dia, sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku, dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Barangsiapa tidak melawan kita, ia ada di pihak kita" (Yoh.9:40).


Bukanlah hal yang mudah untuk memiliki sikap bijaksana, karena sikap bijaksana adalah merupakan rahmat Allah. Tidak semua pemimpin adalah juga seorang pamong, namun seorang pamong sudah tentu adalah seorang pemimpin. 


Mengapa demikian, karena seorang pamong senantiasa mengandalkan suara Tuhan yang muncul dari lubuk hatinya dalam setiap pengambilan keputusannya. Sehingga keputusan yang bijak akan menimbulkan keyakinan bahwa kebijaksanaannya dapat dipercaya karena untuk kepentingan orang banyak.


Kita ini manusia lemah yang seringkali dikendalikan oleh hawa nafsu yang saling berjuang dalam tubuh kita. Hawa nafsu akan menggiring kita untuk selalu mengedepankan kepentingan diri kita sendiri. Untuk melawan kuasa iblis dibutuhkan perjuangan yang tidak mudah. 


Namun, dengan belajar menjadi orang yang memiliki semangat kerendahan hati dan tiada hentinya berdoa memohon agar roh kebijaksanaan dicurahkan ke dalam hati kita, maka kita akan dimampukan untuk menjadi orang yang bijaksana. 


Yesus menghargai manusia berdasarkan perbuatan-perbuatannya, "siapa yang tidak melawan, ada di pihak kita". Manusia bijaksana adalah yang selalu mau mempertimbangkan kebahagiaan dan keselamatan bagi sesama.

Tuesday, 22 February 2022

Pesta Takhta Santo Petrus. "Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-KU, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga" (Matius, 16:13-19)


Gereja merayakan Pesta Santo Petrus. Baik  Petrus maupun Paulus mengalami banyak penderitaan, penganiayaan.  Keduanya mati sebagai martir karena iman akan Yesus Kristus. Kemartiran  tidak harus selalu berarti mengorbankan hidup karena iman akan Kristus.  Kemartiran juga berarti mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadi  demi nilai-nilai Injil.


Sebuah lukisan berjudul "ordination"  karya seorang pelukis Perancis, Nicolas Poussin (1594-1665),  menggambarkan bagaimana Yesus menyerahkan kunci surga kepada Santo  Petrus di hadapan para rasul lainnya seperti yang kita baca pada Injil  hari ini: "Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga, apa yang  kauikat di dunia ini akan terikat di surga dan apa yang kaulepaskan di  dunia ini akan terlepas di surga". 


Kita tahu bagaimana kualitas  para rasul, Petrus yang pernah tiga kali menyangkal Yesus, Thomas yang  pernah meragukan Yesus yang bangkit, dan Yakobus dan Yohanes yang  berambisi duduk di kiri dan kanan Yesus di surga nanti, Mateus bekas  pemungut cukai, juga para rasul yang lain. 


Mereka bukanlah  pribadi-pribadi yang hebat pun pula pejabat yang mempunyai kedudukan.  Namun dalam kenyataannya kita melihat bahwa dalam kebersamaan dengan  Tuhan Yesus, mereka berubah dari orang-orang yang tidak berkualitas  menjadi orang-orang yang berkualitas. 


Kuasa Allah bisa  memampukan mereka untuk berubah. Memang perubahan itu tidak akan terjadi  seketika, tidak seperti kalau kita makan cabai langsung terasa pedas.  Namun dengan semangat mau tetap bersama dengan Tuhan dan mengikuti  kaidahnya, siapa tahu lama kelamaan kita akan diubah oleh kuasa Allah.


Sabda Tuhan hari ini mengingatkan kita semua, bahwa iman kepada Tuhan  adalah jawaban manusia terhadap karya Allah yang menuntun dan  menyelamatkan manusia menuju hidup abadi. Itulah yang dikehendaki Allah,  sebagaimana dikatakan oleh Kristus sendiri bahwa imanlah yang  menyelamatkan. 


Namun, iman itu harus dihidupi oleh manusia itu sendiri  dengan dan dalam cinta kasih. Itulah iman yang hidup dan sekaligus juga  memperkuatnya. Di situlah iman semakin mendalam dihayati sebagai  kebenaran yang membenarkan manusia. 


Segala sesuatu yang  dilakukan dan dialami Kristus adalah karya Allah yang benar-benar  menyelamatkan manusia sesuai dengan janji-Nya. Kristus tidak dapat  dipisahkan dari Allah Bapa, karena itu, ketaatan kepada ajaran Kristus  adalah juga ketaatan kepada Allah. 


Allah Bapa yang berkarya melalui  Kristus. Bukanlah hal yang mudah untuk memahami sabda-Nya terlebih yang  menyangkut iman, dan bukanlah hal yang mudah untuk dapat menjadi orang  beriman.


Pembaptisan adalah tanda orang mengimani Kristus. Namun,  apakah kita menyadari bahwa iman itu mesti diperjuangkan untuk  dihayati, sehingga kita dapat hidup baik dan benar. Kristus berkarya  menyelamatkan umat manusia sesuai dengan kehendak Allah Bapa yang begitu  besar cinta-Nya kepada manusia. 


Kita diharapkan memliki rasa cinta  kepada Kristus dan iman akan karya penyelamatan Allah, sehingga Allah  berkenan melimpahkan petolongan-Nya lebih berlimpah lagi yaitu dengan  mengutus Roh Kudus, Roh Cinta Kasih Allah sendiri untuk membimbing kita  agar tetap mampu melaksanakan kehendak Allah. 


Selain dari pada itu, kita  juga diharapkan untuk terus mengembangkan cinta untuk memperdalam iman  kita, agar semakin banyak orang diselamatkan oleh Kristus. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-KU, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga.

 

Tuhan mempercayakan kita dengan kuasa yang berbeda-beda. Dengan kekuasaan itu, kita sekiranya tak menjadi pribadi yang otoriter. Berkuasa tanpa menghargai harga diri orang lain atau pun berkuasa dengan merendahkan sesama. Kekuasaan yang kita miliki mesti membangun dan menuntun sesama ke jalan yang benar.


Hari ini, Gereja merayakan pesta takhta St. Petrus, Rasul. Tuhan memberikan kuasa kepada Santu Petrus. Kuasa itu bertujuan agar Petrus menjadi gembala yang bisa menuntun umat Tuhan pada jalan yang benar. Kuasa itu pun membangun sesama agar tak terjebak pada jalan yang salah. 


Tanggung jawab Petrus pada Gereja Tuhan menjadi model bagi kita menjalankan tanggung jawab atas kuasa yang kita miliki. Kita selalu diingatkan bahwa keluarga merupakan gereja kecil. Sekiranya, gereja kecil ini bisa bertumbuh dengan baik karena tanggung jawab dan peran orangtua. 


Kursi Santo Petrus juga dikenal sebagai Takhta Santo Petrus, adalah sebuah singgasana kayu terbungkus perunggu yang secara fisik berada di Basilika Santo Petrus di Kota Vatikan. Pada dasarnya ini adalah kursi yang rumit.


Namun ada makna simbolis yang mendalam di kursi ini. Kursi digambarkan sebagai simbol misi khusus Petrus dan Penerusnya untuk menggembalakan kawanan domba Kristus, menjaganya tetap bersatu dalam iman dan dalam kasih.


Inilah misi yang dipercayakan kepada Petrus, seperti yang kita dengar dalam Injil hari ini dan bukan hanya kepada Petrus tetapi juga kepada para Penerusnya.


Pesta ini juga menelusuri suksesi Apostolik bagi Gereja universal saat ini sampai ke Petrus. Dalam pengertian itu, Paus Fransiskus disebut sebagai penerus St. Petrus dan Paus mewarisi otoritas apostolik yang sama yang diberikan kepada St. Petrus.


Wewenang ini harus digunakan untuk mengajarkan kebenaran dan untuk melayani dengan kerendahan hati, untuk memelihara kesatuan Gereja sebagai Tubuh Kristus sehingga menjadi tanda keselamatan bagi dunia.


Namun belakangan ini, banyak skandal mengerikan telah mengguncang Gereja hingga ke dasar dan Gereja telah tenggelam jauh ke dalam krisis dengan skandal, ajaran sesat dan perpecahan.


Namun, Pesta Tahta Petrus mengingatkan kita bahwa Gereja dibangun di atas batu karang dan gerbang neraka, alam maut tidak akan pernah bisa memusnahkannya. Ini adalah kata-kata Kristus sendiri, yang adalah Kepala Gereja. 


Setelah Yesus tiba di daerah Kaisarea Filipi, Ia bertanya kepada murid-murid-Nya: "Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?" Jawab mereka: "Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis, ada juga yang mengatakan: Elia dan ada pula yang mengatakan: Yeremia atau salah seorang dari para nabi."  Lalu Yesus bertanya kepada mereka: "Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?"


Maka jawab Simon Petrus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"   Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.


Tuhan Yesus, Engkau memanggil rasul-rasul-Mu untuk memimpin komunitas orang percaya.  Engkau telah memberi komunitas tersebut berupa: rasul,  guru dan pengajar jemaat.  Kini kami semua berada dalam komunitas tersebut.  Bantu kami untuk juga mewujudkan panggilan-Mu untuk melayani-Mu sebagai saksi sehingga menarik orang untuk mengenal-Mu sebagai Jalan, Kebenaran, dan Hidup. 


1.Jawaban Kita: 

“Kata orang, siapakah Anak Manusia itu?” Mengingat budaya kita saat ini, cara orang Kristen menjawab pertanyaan ini menjadi masalah yang penting dibanding jaman sebelumnya. Ada usaha yang mencoba menanamkan keraguan dan kebingungan di sekitar pertanyaan siapa Kristus. 


Padahal jika kita tidak dapat memberikan kesaksian yang memadai tentang siapa Kristus itu, bagaimana dunia akan datang kepada anugerah keselamatan yang hanya ditawarkan oleh Kristus? Mari kita berdoa untuk peningkatan iman sehingga jawaban kita kepada sesama kita dapat menjadi otentik dan meyakinkan: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup."


2.Batu Karang Gereja Kami: 

Pengakuan Petrus bahwa Yesus: "Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup!"  itulah yang menjadi dasar berdirinya gereja/komunitas orang percaya.  Berdasarkan pengakuan itu gereja terus menjalankan apa yang menjadi perintah Kristus: Terus Berkarya Dalam Karya Penyelamatan.  


Melalui gereja Kristus terus berkarya untuk menebus dan menyelamatkan manusia.  Intinya Kristus terus berkarya dan tidak akan pernah meninggalkan gereja sendirian. Dia memilih kita untuk mengambil peran penting dalam karya penyelamatan-Nya.   Dia akan terus memberi kita bimbingan yang kita butuhkan. 


3.Kunci Kerajaan Sorga: 

Kini Kunci Kerajaan Sorga ada di tangan Gereja. Kita harus menyadari bahwa kita dipilih oleh Kristus untuk menjadi saksi Kerajaan. Kita tahu bahwa Roh Kudus memimpin kita.  


Kegagalan umat Perjanjian Lama adalah memegang erat kunci itu dan tidak membagikan berita sukacita kepada dunia.  Kita tidak boleh mengulangi kegagalan tersebut.  Kita wajib membagi: Pengampunan,  Berkat dan Belas Kasih Allah bagi sesama.  Kita adalah Pemegang Kunci.  


Renungan untuk kita Semua.

Kita mengenal seseorang dengan baik kalau kita menjalin relasi yang akrab dengan orang tersebut. Relasi yang akrab itu tercipta lewat perjumpaan yang terus menerus dan disertai dengan komunikasi dari hati ke hati. 


Kalau hal itu tidak dilakukan, barangkali kita hanya mengenal nama dan sosok orang itu dan tidak mengenalnya dengan baik. Begitu pula dalam relasi kita dengan Tuhan. Tuhan mengenal kita dengan baik. Karenanya, kita pun perlu berupaya untuk berelasi akrab dengan Tuhan agar kita bisa mengenal-Nya dengan baik. 


Pengakuan iman Simon Petrus menunjukkan kedekatannya dengan Tuhan Yesus. Dia menyadari siapa Tuhan Yesus yang telah diikutinya. Dengan ini, Simon Petrus tidak sekadar mengikuti Tuhan Yesus, namun dia juga berupaya mengenal dan berelasi dengan Tuhan Yesus lebih dekat. Hasilnya terlahir pengakuan iman, di mana Simon Petrus mengakui keilahian Tuhan Yesus.


 Hal ini mengingatkan kita dalam mengikuti Tuhan Yesus. Kita mesti mengikuti dan berelasi dengan Tuhan Yesus dari dekat. Tujuannya, agar kita bisa mengenal-Nya dan mengakui keilahian-Nya dengan baik. Semakin mendalam dan dekat kita berelasi dengan Tuhan, semakin mendalam pula pengenalan kita pada keilahian-Nya. 


Kata Yesus kepadanya: "Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga. Dan Aku pun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Sorga. Apa yang kauikat di dunia ini akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia ini akan terlepas di sorga." (Mat 16:17-19)


Pengakuan iman Petrus diikuti berkah dan pujian dari Tuhan. _Pertama,_ Tuhan menganugerahkan nama "Petrus" (yang berarti batu karang) kepada Simon dan ia dinyatakan sebagai dasar bagi Gereja yang dibangun Tuhan. 


Atas dasar iman Petrus (para rasul) inilah persekutuan Gereja berdiri dan maut takkan menguasainya. Artinya Gereja Kristus akan tegak berdiri hingga di ujung waktu. _Kedua,_ Petrus diserahi kunci kerajaan surga yang dapat mengikat kebaikan baik di dunia maupun di surga.


Pelita sabda ini mengingatkan kita untuk selalu mendasarkan iman kita atas para rasul. Jika di setiap ibadah kita mendaraskan dan mengulangi syahadat iman para rasul, kita diajak untuk selalu  hidup pada pada jalur dan jalan yang benar, yakni beriman seturut iman para rasul. 


Pelita sabda ini juga menegaskan bahwa hidup kita tidak hanya berujung dan berhenti di dunia tetapi ada lanjutannya, yakni dalam alam abadi. Kebaikan yang diikat di dunia akan terikat dalam hidup selanjutnya.


 Karenanya tak ada kata sia-sia untuk suatu perbuatan baik. Teruslah mengikat kebaikan karena kebaikan itu akan kita bawa dalam hidup setelah kita meninggalkan dunia. Tetap semangat dan berkah Dalem.

Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
CEO
David Bell
Creative Designer
Eve Stinger
Sales Manager
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

Search This Blog

Powered by Blogger.

informasi pendidikan

Apa Perbedaan Agama dan spiritualitas

Menurut pandangan saya, agama dan spiritualitas adalah dua konsep yang berbeda meskipun terkait erat. Agama adalah pengorganisasian gagasan-...