Friday, 24 April 2020
Saudariku yang terkasih. Pesan Guru waktu-Ku hampir tiba, di dalam rumahmulah Aku mau merayakan Paskah bersama-sama dengan murid-murid-Ku. Pertanyaan bukan Aku? Dilontarkan Para murid maupun Yudas Iskariot untuk menanggapi pernyataan Yesus. Seorang diantara kamu akan menyerahkan Aku. Yudas Iskariot melancarkan aksinya. Ia mendatangi para Imam kepala untuk membangun negosiasi dan menyepakati tarif penjualan Yesus. Yesus dijual dengan tarif tiga puluh uang perak.
Ternyata penjualan manusia sudah ada sejak jaman Yesus. Umumnya orang menjualbelikan para budak. Tapi Yudas malah menjual Putera Allah. Begitulah sikap manusia kalau sudah dirasuki Iblis. Yudas Iskariot tidak lagi bersikap waras. Ia akan menyerahkan Yesus kepada Para Imam kepala untuk diadili menurut cara mereka. Meski pun Yesus tahu bahwa Ia akan dikhianati oleh Yudas, Ia tidak mengurungkan niat-Nya untuk merayakan Perjamuan Paskah bersama murid-murid-Nya.
Cinta kasih dirayakan mulai dari meja makan. Demikian pun pengkhianatan dimulai dari meja makan. Apa yang salah? Karena tidak semua yang masuk ruangan makan memiliki niat suci untuk merayakan perjamuan bersama.
Kita boleh bermenung. Allah selalu penuh kasih mengundang orang baik dan orang jahat makan bersama pada meja yang sama. Meja makan dan makan bersama menjadi pernyataan budaya cinta kasih dimana manusia dapat belajar berbagi dan merasakan kasih serta solidaritas hidup bersama. Meja makan dan makan bersama meneguhkan persatuan dan kebersamaan. Nilai keakraban dan persaudaraan dihidupkan. Disanalah kehadiran dan ketulusan mendapatkan makna.
Yesus rindu makan bersama karena Ia ingin memberi contoh melalui perjamuan bersama para murid belajar melayani di dalam kasih. Belajar saling memberi perhatian dan mendengarkan. Belajar menegaskan persaudaraan dan kebersamaan hidup. Sering kali kita mengabaikan pentingnya kebersamaan dan merayakan kasih di ruangan makan.
Keakraban dimeja makan telah dirampas oleh handphone. Percakapan di meja makan terhenti karena sibuk menerima telpon. Bahkan seraya makan konsentrasi terarah bukan pada makanan melainkan pada handphone. Pikiran menjadi kacau dan tidak fokus. Sesekali berlagak mementingkan diri. Keluar tinggalkan kebersamaan hanya untuk menerima panggilan handphone. Apakah ini juga termasuk sebuah pengkhianatan moderen atau semacam kharakter Yudas moderen?
Semoga pada masa suci ini. Kita tidak kehilangan fokus dan orientasi kepada Allah dan sesama. Semoga handphone tidak jadi alat bantu untuk mengkhianati sesama dengan hoax. Semoga kita tetap waras, setia jadi pengikut Yesus dalam merenungkan kisah sengsara-Nya. Tinggal bersama-Nya dalam suka maupun duka.
Tuhan kami rindu makan bersama-Mu pada meja perjamuan yang sama. Kami rindu ada bersama-Mu dalam kasih yang agung. Amin.
Saudariku yang terkasih. Seluruh kehidupan Yesus adalah untuk melaksanakan kehendak Bapa-Nya dengan sangat rela supaya Bapa dimuliakan oleh setiap manusia. Yesus tidak mencari keuntungan dari kedudukan-Nya yang dekat dengan Bapa, sebaliknya Ia taat melaksanakan kehendak Allah, Bapa-Nya, agar Allah dipermuliakan didalam Dia.
Melalui baptisan, kita telah diangkat menjadi anak Allah. Bagaimana kita menempatkan diri dalam hidup ini sesuai status baru ini? Apakah hidup kita sungguh mencerminkan diri sebagai anak yang mau melaksanakan harapan Allah? Apakah Allah dimuliakan dalam kehidupan kita setiap hari?
Ketakutan adalah penjara yang dibangun oleh diri kita sendiri. Penjara itu menghalangi kehendak Allah yang datang kepada kita. Jika seseorang sedang mengalami penderitaan, ia tidak tumbuh, melainkan takut terhadap apa yang sedang dialaminya atau bagaimana kemuliaan Allah akan dinyatakan. Yesus juga mengalami perjalanan hidup yang penuh kesedihan dan ketakutan. Ia menerima penderitaan dan kematian-Nya sebagai bagian dari pola perubahan hidup-Nya. Pengikut-Nya pun akan mengalami hal yang sama. Kita juga akan ditimpa kesusahan, kesedihan, frustasi, dan penderitaan lain (covid-19). Ini menjadi bagian dari pertumbuhan kita. Kalau kita menjadi orang seperti yang dimaksud Tuhan, itu berarti kita sudah menunjukkan kemuliaan dan kebaikan Allah.
Yesus mendahului kita dengan penderitaan dan salib-Nya. Kita pun harus mengikuti jejak-Nya. Beranikah kita menjadi saksi-Nya untuk mewartakan keselamatan kepada sesama? Bersediakah kita menanggung derita dan memikul salib dalam kehidupan kita sehari-hari?
Ya Bapa, Yesus, Putra-Mu terkasih telah memberikan teladan menjadi putra-putri-Mu. Berilah kami hati yang taat dan bijaksana pada kehendak-Mu, sehingga hidup kami dapat berkenan pada-Mu.
Wednesday, 22 April 2020
Saudariku yang terkasih. Kedekatan dalam sebuah persahabatan membuat seseorang meresa kerasan berada didekat sahabatnya. Susah, senang, lapar, keyang, kesal, puas, rela, menggerutu, semua dapat diungkapkan dengan bebas, apa adanya. Tidak dibuat-buat, tidak pula ditutup-tutupi. Itulah keindahan suatu persahabatan yang kita rindukan dan kita berharap juga terjadi dalam sebuah komunitas atau keluarga.
Gambaran persahabatan sebuah komunitas atau keluarga ini tercermin pula dalam kisah Yesus dengan Lazarus, Maria dan Marta. Tiga tokoh ini adalah teman yang dikasihi Yesus. Keluarga ini sering berkunjung oleh Yesus untuk beristirahat dan mengobrol. Dalam Injil setidaknya dijumpai tiga kisah tentang Yesus dan keluarga di Betania ini. Pertama, tentang Lazarus yang dibangkitkan, kedua tentang Maria dan Marta. Akhirnya hari ini kita merenungkan tentang kembalinya Yesus ke Betania untuk mengadakan perjamuan setelah Lazarus dibangkitkan Yesus.
Yang menarik dari kisah tersebut adalah suatu lukisan tentang peran setiap orang dalam komunitas. Lazarus digambarkan turut makan bersama Yesus, tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya. Maria meminyaki kaki Yesus, dan Marta sibuk melayani perjamuan. Masing-masing bertindah secara wajar, melakukan sesuatu yang paling mereka sukai dan menyumbang bagi keluarga atau komunitasnya.
Kitapun adalah orang yang memiliki perbedaan rasa dan minat. Kodrat dan bakat rohani kita berbeda, namun itu semua merupakan hadiah bagi komunitas atau keluarga. Yesus tidak mengharapkan Lazarus mengurapi-Nya atau Marta menyediakan makan siang atau Maria duduk manis di bawah kaki-Nya dan bercakap-cakap dengan Dia. Bukankah itu merupakan suatu gambaran yang mengagumkan tentang bagaimana orang menjadi dirinya sendiri dihadapan Tuhan? Kita mesti menjadi diri kita sendiri dan bahagia dengan anugerah yang kita miliki.
Berapa harga sebuah ketulusan pelayanan? Sebuah ketulusan tidak bisa diberi harga. Ketika sebuah ketulusan diberi harga maka hilanglah nilai ketulusan itu sehingga tak bernilai sebagai pelayanan lagi melainkan menjadi sebuah perdagangan. Yesus melihat dan menghargai tindakan Maria sebagai sebuah pelayanan yang muncul dari ketulusan hatinya. Inilah pelayanan yang bernilai, pertama-tama bukan barang mahal yang dikorbankannya tetapi karena ia ingin memberikan yang terbaik yang bisa diberikannya kepada Tuhan. Semoga kita pun menjadi pelayan-pelayan yang setia dalam bidang tugas kita masing-masing dan penuh sukacita dan kegembiraan melayani sesama. Tuhan beserta kita.
Saudariku yang terkasih. 'Gerbang' dan 'keledai' dalam peristiwa Minggu Palma dapat menjadi dua kata kunci yang menjadi gambaran kerendahan hati, yang menghantar kita untuk senantiasa berada bersama-sama dengan Kristus. Langkah awal yang perlu kita lakukan adalah membuka pintu gerbang hati kita. Kitab Mazmur menuliskan, 'angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang dan terangkatlah kamu hai pintu-pintu yang berabad-abad supaya masuk Raja Kemuliaan.
Mari, di hari Minggu Palma ini, kita buka pintu hati kita lebar-lebar agar Kristus dapat masuk dengan bebas ke dalam hati dan kehidupan kita sehingga kita dapat mengalami kasih-Nya yang sungguh luar biasa, yang telah dibuktikan-Nya dengan kerelaan untuk menderita dan wafat bagi kita.
Membuka pintu hati juga berarti kesediaan kita untuk bertobat dalam Sakramen Tobat. Kita membuka pintu hati sebagai tanda kepercayaan kita akan penyelenggaraan tangan Allah dalam kehidupan kita agar Kristus sendiri dapat membentuk kehidupan kita seturut kehendak-Nya.
Kita akan memasuki Minggu Pekan Suci, maka mari kita merendahkan diri di hadapan Allah yang Maha Tinggi dengan sikap jujur mengakui bahwa kita ini bukan apa-apa di hadapan-Nya namun Allah adalah segalanya bagi kita.
Monday, 13 April 2020
Yesus Sang Penebus Agung
Meskipun kita tidak bisa benar-benar memahami karya penebusan Yesus Kristus, Perjanjian Baru menyajikan beragam pikiran untuk menjelaskan dan mengilustrasikan makna kematian-Nya di bukit Kalvari.
Kita dapat melihat elemen pengorbanan dalam karya penebusan-Nya. Karena dosa, kita pantas mati. Tapi Yesus berkorban bagi kita. Sebab juga Kristus telah mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-orang yang tidak benar supaya Ia membawa kita kepada Allah.
Karena dosa, kita telah terpisah dari Allah yang Kudus. Tapi Yesus mati untuk menghapus sebab dari perpisahan akibat dosa dan mendamaikan kita kepada Allah. Sebab ketika masih seteru, diperdamaikan dengan Allah oleh kematian Anak-Nya.
Kita telah jatuh ke dalam dosa dan dikuasai olehnya. Tapi Yesus mati untuk menebus dosa kita, memenuhi semua persyaratan kudus hukum Allah dan kutukan-Nya dan menebus kita dari kuasa dosa.
Karena dosa, kita telah melawan Allah dan membangkitkan angkara-Nya. Namun dalam karya penebusan-Nya, Yesus mati untuk menghindarkan kita dari angkara murka Allah dengan mengorbankan diri-Nya. Yesus adalah ‘pendamai dosa-dosa kita’.
Di kayu salib Yesus berkata, ‘Sudah selesai’, Yesus telah melakukan apa pun yang perlu untuk menyelamatkan kita. Ia telah menjalani hidup yang tidak akan pernah kita bisa jalani dan kematian-Nya menebus dosa kita. Seperti yang dikatakan Yohanes, ‘Darah Yesus, Anak-Nya itu, menyucikan kita dari pada segala dosa’. Benar adanya jika kita masih memerlukan penyucian dan pengampunan dosa setiap hari selama kita hidup, namun kita menerima pengampunan itu atas dasar apa yang telah diselesaikan oleh Yesus Kristus. Kematian-Nya yang sekali dan untuk selamanya menebus semua dosa, dahulu, sekarang, dan selamanya.
Refleksi Untuk Kita:
1. Yesus mati. Apa makna kematian-Nya bagi Anda? Apa yang Anda dapat dari pengorbanan-Nya?
2. Apakah Anda telah menerima Yesus Kristus secara pribadi dan menerima-Nya sebagai Juru Selamat Anda?
3. Apakah penting bagi keselamatan Anda bahwa Yesus Kristus itu Allah? Mengapa?
4. Jika Anda ada di hadapan Yesus sekarang ini dan Ia bertanya kepada Anda mengapa Ia harus mengizinkan Anda masuk ke surga, apa jawaban yang akan Anda berikan?
Sunday, 12 April 2020
Seluruh umat Katolik sejagat akan merayakan Kamis Putih yang jatuh pada 9 April 2020. Dalam tradisi Gereja Katolik, Kamis Putih adalah simbol dari Trihari Suci menjelang perayaan Paskah yang dikenang sebagai hari kebangkitan Yesus Kristus dari kematiannya di kayu salib.
Kamis Putih secara khusus mengenang malam perjamuan terakhir Yesus bersama dua belas murid-Nya. Yang disertai dengan membasuh kaki para murid sebagai simbol pelayanan tulus dari seorang pemimpin.
Tradisi ini terus dipertahankan dan masih terus ada di setiap perayaan Kamis Putih. Tradisi ini sekaligus menyatakan bahwa pelayanan dan cinta kasih Kristus bukan untuk dilayani, tetapi untuk melayani.
Makna pembasuhan kaki di hari Kamis Putih juga untuk menyatakan bahwa Kristus melayani sesama dengan rendah hati dan penuh cinta kasih.
Hal-hal baik yang bisa dipelajari dari perayaan Kamis Putih antara lain: mempelajari tentang makna pelayanan, kerendahan hati, kebersamaan, dan kesederhanaan. Semua ini untuk memberikan pelajaran keteladanan mengenai penghormatan.
Langkah Yesus yang membasuh kaki murid-Nya adalah tindakan simbolis yang menyimbolkan penyerahan diri, pembersihan, pengampunan, pembaharuan, kerendahan hati, dan keinginan untuk menjadi hamba yang mau melayani. Termasuk orang yang hina sekalipun.
Untuk diketahui, pada hari Kamis Putih 2016 lalu, pemimpin tertinggi Gereja Katolik, Paus Fransiskus pernah melakukan ritual mencium dan membasuh kaki para migran Muslim, Hindu, Katolik dan Kristen.
Hal ini dilakukan sebagai bentuk solidaritas di tengah sentimen anti-migran untuk meningkatkan tali persaudaraan pasca-serangan bom di Brussel, Belgia.
Sejumlah migran yang mengikuti proses pembasuhan kaki itu ada yang meneteskan air mata. Dalam kesempatan itu, Paus mengecam keras serangan bom di Brussels dan orang-orang di balik kekerasan tersebut. "Ada produsen, pedagang senjata yang menginginkan darah, bukan perdamaian; mereka menginginkan perang, bukan persaudaraan," kata Paus.
Para uskup Italia mempersembahkan Misa untuk korban virus corona, termasuk 87 Imam.
Para uskup di seluruh Italia mengunjungi pemakaman minggu lalu untuk berdoa dan mempersembahkan Misa bagi jiwa-jiwa mereka yang meninggal setelah tertular virus corona. Di antara 13.915 kematian akibat virus corona di Italia, setidaknya termasuk 87 Imam.
Dengarkan Tuhan rasa sakit yang timbul dari negeri ini yang masih kami percayai diberkati. Kami percaya bahwa dalam kematian di kayu salib Putra-Mu Yesus dan dalam penguburannya, setiap salib, setiap kematian, setiap penguburan ditebus dari pengabaian, dari kegelapan, dari ketiadaan, kata Uskup Francesco Beschi di sebuah pemakaman di Bergamo, sebuah kota Italia utara yang terpukul keras tempat 553 orang meninggal pada bulan Maret.
Minggu ini saya pergi ke kuburan dengan keinginan untuk menjadi suara doa dan rasa sakit yang tidak memiliki kesempatan untuk mengekspresikan diri mereka dan tetap tertutup tidak hanya di rumah kami, tetapi yang terpenting di dalam hati kami. Dalam beberapa hal, seolah-olah kota kita telah menjadi kuburan besar. Tidak ada yang terlihat lagi. Lenyap. Kita bisa saling bertemu melalui media dan media sosial, untungnya, tetapi kota ini sepi.
Italia telah memasuki minggu keempat dari karantina nasional. Pada tanggal 1 April, Perdana Menteri Giuseppe Conte mengumumkan bahwa batas waktu karantina negara telah diperpanjang hingga 13 April tetapi mencatat bahwa penguncian tidak akan berakhir sampai 'kurva reda'.