Hidup dalam cinta kasih rasanya sudah menjadi ikon untuk kita dan ini adalah ajaran utama Tuhan Yesus kepada kita tentang kasih kepada Allah dan sesama. Maka kalau hidup kita penuh dengan suasana kasih itu adalah wajar dan seharusnya. Penegasan untuk hidup dalam cinta kasih dinyatakan oleh Yesus, barang siapa tidak memanggul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Salib kehidupan kita berbeda satu dengan lainnya. Seorang kakek yang sudah sakit-sakitan selama puluhan tahun begitu rindu segera dipanggil Tuhan dan tidak tahan dengan penyakitnya yang sudah lama dan tidak ada harapan sembuh. Seorang ibu harus menanggung lima anaknya yang masih kecil dengan kerja serabutan setelah ditinggal mati oleh suaminya. Inilah salib kehidupan kita. Pasangan suami isteri yang harmonis sangat merindukan seorang anak dan sudah puluhan tahun menikah, Tuhan belum memberikan anugerah anak, ini pun sebuah salib.
Yesus memberikan afirmasi pemuridan. Seseorang yang ingin menjadi murid Yesus harus berani meninggalkan segala-galanya termasuk keluarga, harta, kesenangan, dan bersedia memaggul salib dan siap menyerahkan nyawanya. Nampaknya tidak ada tawar-menawar, Yesus bahkan menggunakan kata yang sangat keras, jika seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudarinya, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Hal ini untuk meyakinkan ketegasan sikap bagi para pengikut-Nya.
Kerasnya tuntutan Yesus, untuk meluruskan visi hidup pribadi kita dengan mengenakan visi Yesus sendiri. Setiap orang harus memiliki spirit of detachment, semangat melepaskan segala galanya demi memperoleh kebahagiaan didalam Tuhan. Tidak ada damai, kebahagiaan tanpa salib. Atau damai, kebahagiaan tanpa salib bukanlah berasal dari Yesus tetapi dari diri kita sendiri, seperti yang dikatakan oleh Paus Fransiskus. Bagaimana dengan kita? Apakah kita siap memiliki visi Yesus dengan meninggalkan segala kesenangan kita?
0 comments:
Post a Comment